Sunday, June 26, 2016

Penyimpangan Sosial Di Masyarakat Kota




KATA PENGANTAR



            Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT ,karena atas karunia,taufiq dan hidayah-Nya lah,penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
            Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas pertama penulis dalam mata kuliah ini,  yang alhamdulillah dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
            Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk penulis ,namun juga untuk pihak-pihak yang berkenan meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.
            Mengingat keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa, penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Agar kedepannya penulis bisa lebih baik lagi. Salah dan khilaf penulis mohon maaf. kepada Allah, penulis mohon ampun.


Bengkulu,   Juni   2016


                                                Penulis,

 




DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...................................................................................... .... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang........................................................................................... 1
B.     Rumusan  Masalah..................................................................................... 2
C.     Tujuan........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A.     Pengertian Masyarakat Pedesaan.............................................................. 2
B.     Ciri-ciri Masyarakat desa........................................................................... 4
C.     Masalah-masalah Yang Terdapat Di Desa................................................ 6

BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan................................................................................................ 16
  2. Saran ......................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA











BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang Masalah
Masyarakat pedesaan di Indonesia tergolong masyarakat yang sangat jauh tertinggal, hal ini disebabkan keberedaan wilayah yang jauh dari pusat pembangunan Nasional, bahkan hampir tidak tersentuh oleh pembangunan Nasional. Beberapa metode dan pendekatan telah dikembangkan untuk memahami masalah dan membantu merumuskan kebijakan guna memecahkan masalah pembangunan pedesaan. Sejak tahun 1970an para pakar banyak yang memanfaatkan metode, pendekatan, dan logika berfikir survei verifikatif dalam meriset masalah sosial masyarakat pedesaan.
Di Indonesia, pertumbuhan penduduk semakin meningkat, terutama di daerah perkotaan. Banyak masyarakat desa mencari kehidupan yang lebih baik di perkotaan. Mereka berfikir bahwa di perkotaan adalah sumber mata pencaharian terbesar dibandingkan di pedesaan. Mereka juga menganggap bahwa kehidupan di kota lebih baik daripada di desa. Namun, pada kenyataannya kehidupan di kota tidak sebaik yang mereka bayangkan. Dalam hal ini penulis akan membahas dan menjelaskan tentang ruang lingkup perbedaan masyarakat pedesaan dengan masyarakat kota.

B.         Rumusan Masalah
1.       Apa Pengertian Masyarakat Pedesaan ?
2.       Bagaimana Ciri-ciri Masyarakat desa?
3.       Apa Saja Masalah-masalah Yang Terdapat Di Desa?

C.        Tujuan
1.       Untuk Mengetahui Apa Pengertian Masyarakat Pedesaan.
2.       Untuk Mengetahui Bagaimana Ciri-ciri Masyarakat desa.
3.       Untuk Mengetahui Apa Saja Masalah-masalah Yang Terdapat Di Desa.











BAB II
PEMBAHASAN

A.            Pengertian Masyarakat Pedesaan
Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri. Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Sedang menurut Paul H. Landis :Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :[1]
1.       Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
2.       Ada pertalian perasaan yang sama  tentang kesukaan terhadap kebiasaan
3.       Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.[2]
Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari defenisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.
Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern. Sayangnya sederet tujuan tersebut mandek diatas kertas.[3]
Karena pada kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek pembangunan, yang keuntungannya direguk oleh actor yang melaksanakan pembangunan di desa tersebut : bisa elite kabupaten, provinsi, bahkan pusat. Di desa, pembangunan fisik menjadi indicator keberhasilan pembangunan. Karena itu, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan secara teoritis memberi kesempatan pada desa untuk menentukan arah pembangunan dengan menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananyapun lebih untuk pembangunan fisik. Bahkan, di Sumenep (Madura), karena kuatnya peran kepala desa (disana disebut klebun) dalam mengarahkan dana PPK untuk pembangunan fisik semata, istilah PPK sering dipelesetkan menjadi proyek para klebun.
Menyimak realitas diatas, memang benar bahwa yang selama ini terjadi sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan pembangunan untuk, dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah bangsa (nation) bernama Indonesia.
Kalaupun derap pembangunan merupakan sebuah program yang diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya jika menerapkan konsep :”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah sering dilontarkan oleh banyak kalangan, tetapi belum dituangkan ke dalam buku yang khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.

B.             Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik)
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :[4]
1.      Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan  tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain  dan menolongnya tanpa pamrih.
2.      Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
3.      Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
4.      Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawannya prestasi).
5.      Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.

C.            Masalah-masalah Yang Terdapat Di Desa
1.      Rendahnya tingkat pendidikan
Sarana pendidikan masyarakat di desa cenderung rendah. Masyarakat di desa umumnya hanya berpendidikan SD, SMP dan SMA. Hal ini disebabkan karena masyarakat belum mengetahui seberapa besar pentingnya pendidikan untuk dirinya. Apabila setelah menyelesaikan pendidikan hingga SMA atau lebih buruk hanya sampai SD saja orang tua akan menikahkan anak-anaknya sehingga masa depan pendidikan generasi penerus bangsa menjadi terputus dan hal ini menyebabkan mereka hanya bergelut pada lingkar kemiskinan karena minimnya pendidikan.[5]
Rendahnya pendidikan ini juga menjadi menjadi akar permasalahan bahwa kurangnya inisiatif masyarakat dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan mereka. Mereka hanya memikirkan bagaimana caranya agar tetap mempertahankan hidup tanpa memikirkan bagaimana nasib generasi penerus bangsa di masa yang akan mendatang. Karena minimnya pendidikan masyarakat hal ini menyebabkan dari seluruh penduduk desa hampir 95% penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu masalah rendahnya pendidikan juga menjadikan kendala dalam penerapan inovasi yang dilakukan oleh penyuluhan.
Oleh karena itu masayarakat harus ditingkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan dengan memperbaiki sarana pendidikan, mengadakan penyuluhan pendidikan terhadap masyarakat agar tercipta generasi penerus yang memiliki pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.      Minimnya sarana dan prasarana di pedesaan
Salah satu keterbelakangan yang dialami daerah pedesaan di Indonesia dapat dilihat dari aspek pembangunan sarana dan prasarana. Beberapa sarana dan prasarana pokok dan penting di daerah pedesaan, antara lain :
Salah satu prasarana dan sarana pokok dan penting untuk membuka isolasi daerah pedesaan dengan daerah lainnya adalah prasarana transportasi (seperti jalan raya, jembatan, prasarana transportasi laut, danau, sungai dan udara), dan sarana transportasi (seperti mobil, sepeda motor, kapal laut, perahu mesin, pesawat udara dan sebagainya). Ketersediaan parasarana dan sarana transportasi yang memadai akan mendukung arus orang dan barang yang keluar dan masuk ke daerah pedesaan. Untuk mendorong peningkatan dinamika masyarakat daerah pedesaan akan arus transportasi orang dan barang keluar dan masuk dari dan ke daerah pedesaan, diperlukan prasarana dan sarana transportasi yang memadai.
Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Syaifulah Yusuf, dalam seminar tentang “Strategi Pembangunan Desa” di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa 12 September 2006, mengemukakan bahwa sekitar 45 persen atau sebanyak 32.379 Desa di Indonesia termasuk dalam kategori Desa Tertinggal (Ken Yunita, 2006).
Salah satu penyebab daerah pedesaan masih terisolasi atau tertinggal adalah masih minimnya prasarana dan sarana transportasi yang membuka akses daerah pedesaan dengan daerah lainnya. Kondisi prasarana dan sarana transportasi yang minim berkontribusi terhadap keterbelakangan ekonomi daerah pedesaan. Secara umum, masyarakat daerah pedesaan menghasilkan jenis produk yang relatif sama, sehingga transaksi jual beli barang atau produk antar sesama penduduk di suatu desa relatif kecil. Dalam kondisi prasarana dan sarana transportasi yang minim, produk yang dihasilkan masyarakat daerah pedesaan sulit untuk diangkut dan dipasarkan ke daerah lain. Jika dalam kondisi seperti itu, masyarakat daerah pedesaan menghasilkan produk pertanian dan non pertanian dalam skala besar, maka produk tersebut tidak dapat diangkut dan dipasarkan ke luar desa dan akan menumpuk di desa. Penumpukan dalam waktu yang lama akan menimbulkan kerusakan dan kerugian. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi warga masyarakat di daerah pedesaan. Sebaliknya, hal tersebut akan mendorong sebagian warga masyarakat di daerah pedesaan untuk merantau atau berpindah ke daerah lain terutama daerah perkotaan yang dianggap lebih menawarkan masa depan yang lebih baik.[6]
Sebagian dari masyarakat di daerah pedesaan telah memiliki kesadaran untuk mendidik anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Keadaan prasarana pendidikan seperti lembaga pendidikan dan gedung sekolah di daerah pedesaan relatif terbatas.[7] Ketersediaan prasarana pendidikan di daerah pedesaan yang masih kurang memadai dapat terlihat dari terbatasnya jumlah lembaga pendidikan serta kondisi fisik bangunan sekolah yang kurang representatif (rusak, tidak terawat dengan baik, kekurangan jumlah ruang kelas dan sebagainya). Selain itu, sarana pendidikan di daerah pedesaan juga sangat terbatas seperti kurangnya ketersediaan buku-buku ajar, kondisi kursi dan meja belajar yang seadanya, tidak tersedianya sarana belajar elektronik, tidak tersedianya alat peraga dan sebagainya. Keterbatasan prasarana dan sarana pendidikan di daerah pedesaan mendorong sebagian masyarakat daerah pedesaan untuk menyekolahkan anak-anaknya ke luar desa terutama ke daerah perkotaan. Hal ini turut mendorong laju migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan.
3.      Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan
Indonesia sebagai negara agraris sampai saat ini dapat dilihat dari besarnya jumlah penduduk yang masih mengandalkan penghasilannya serta menggantungkan harapan hidupnya pada sektor pertanian. Dominasi sektor pertanian sebagai matapencaharian penduduk dapat terlihat nyata di daerah pedesaan. Sampai saat ini lapangan kerja yang tersedia di daerah pedesaan masih didominasi oleh sektor usaha bidang pertanian. Kegiatan usaha ekonomi produktif di daerah pedesaan masih sangat terbatas ragam dan jumlahnya, yang cenderung terpaku pada bidang pertanian (agribisnis).
Aktivitas usaha dan matapencaharian utama masyarakat di daerah pedesaan adalah usaha pengelolaan/ pemanfaatan sumber daya alam yang secara langsung atau tidak langsung ada kaitannya dengan pertanian. Bukan berarti bahwa lapangan kerja di luar sektor pertanian tidak ada, akan tetapi masih sangat terbatas. Peluang usaha di sektor non-pertanian belum mendapat sentuhan yang memadai dan belum berkembang dengan baik. Kondisi ini mendorong sebagian penduduk di daerah pedesaan untuk mencari usaha lain di luar desanya, sehingga mendorong mereka untuk berhijrah/migrasi dari daerah pedesaan menuju daerah lain terutama daerah perkotaan. Daerah perkotaan dianggap memiliki lebih banyak pilihan dan peluang untuk bekerja dan berusaha.
Upaya untuk mendorong dan melepaskan daerah pedesaan dari berbagai ketertinggalan atau keterbelakangan, maka pembangunan desa dalam aspek fisik perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan komponen masyarakat lainnya. Pembangunan desa dalam aspek fisik, selanjutnya dalam tulisan ini disebut Pembangunan Desa, merupakan upaya pembangunan sarana, prasarana dan manusia di daerah pedesaan yang merupakan kebutuhan masyarakat daerah pedesaan dalam mendukung aktivitas dan kehidupan masyarakat pedesaan.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa betapa daerah pedesaan memerlukan adanya ketersediaan prasarana dan sarana fisik dalam hidup dan kehidupan masyarakat desa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hak untuk mengurus kepentingan daerahnya sendiri (dalam istilah modern disebut “hak otonomi”). Hak otonomi sifatnya sangat luas. Hampir semua hal yang menyangkut urusan di desa. Hanya saja tingkat materi dan cara pelaksanaan atau pengerjaannya masih sangat sederhana, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan desa.
Bercermin dari masa lalu, di era orde baru pemerintahan bersifat sangat sentralistik yang mengusung konsep filosofi keseragaman. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan diseragamkan, diatur dan dikendalikan dari pusat. Sementara bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku bangsa, lebih dari 70.000 buah desa dengan karakter, budaya dan tradisi yang berbeda satu sama lain. Konsep keseragaman yang diusung dan dipaksakan pada masa lalu, kini sudah tidak tepat lagi.
Oleh karenanya, konsep pembangunan desa ke depan tidak dapat dilakukan dengan pola keseragaman.Seiring dengan perubahan paradigma pemerintahan sentralistik ke paradigma pemerintahan desentralistik, maka seyogyanya pembangunan desa lebih mengedepankan konsep keanekaragaman dalam kesatuan dan bukan konsep keseragaman. Pembangunan desa dengan konsep keanekaragam dalam kesatuan, diharapkan mampu mendorong dinamika pembangunan desa yang berbasis budaya dan karakteristik lokal yang pada akhirnya akan memperkaya keragaman nuansa etnik dalam pembangunan bangsa. Masyarakat dan pemerintah desa diberi kekeluasaan untuk memperkaya warna dan model pembangunan desanya dengan kekayaan etnik yang mereka miliki. Upaya tersebut diharpakan akan menumbuhkan dan memupuk partisipasi aktif dan rasa tanggung jawab masyarakat dalam membangun desa.
Peran pemerintah (pusat dan daerah) dalam pembangunan desa ditempatkan pada posisi yang tepat. Pemerintah diharapkan berperan dalam memberi motivasi, stimulus, fasilitasi, pembinaan, pengawasan dan hal-hal yang bersifat bantuan terhadap pembanguan desa. Untuk kepentingan dan tujuan tertentu, intervensi pemerintah terhadap pembangunan desa dapat saja dilakukan setelah melalui kajian dan pertimbangan yang matang dan komprehensif.
Intervensi yang dimaksudkan di sini adalah turut campur secara aktif dan bertanggungjawab pemerintah dalam proses pembangunan desa, seperti membuka keterisolasian desa (karena ketiadaan biaya, desa tidak mampu melepaskan diri dari keterisolasian), membangun fasilitas jalan, jembatan, gedung sekolah, puskesmas dan sebagainya. Meskipun pemerintah melakukan intervensi terhadap proses pembangunan fasilitas tertentu di daerah pedesaan, pemerintah tidak boleh mengabaikan potensi setempat, jangan sampai pemerintah mengabaikan keberadaan masyarakat setempat, dan masyarakat jangan sampai hanya diposisikan sebagai penonton.
Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam pembangunan desa. Karena proses pembangunan desa bukan hanya sebatas membangun prasarana dan sarana yang diperlukan, tetapi proses pembangunan desa memerlukan waktu yang panjang, banyak pengorbanan, dan bertalian dengan banyak pihak dalam masyarakat termasuk masyarakat di daerah pedesaan. Proses pembangunan desa dimulai dari tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan. Seyogyanya pada semua tahapan pembangunan desa ini terjadi keterlibatan partisipasi aktif masyarakat daerah pedesaan.
Bertolak dari konsep dan praktik pembangunan desa pada masa lalu yang bersifat sentralistik. Potensi masyarakat lokal seringkali dikesampingkan oleh pelaksana di lapangan. Hal ini yang menyebabkan hasil pembangunan yang telah dilakukan tidak memberikan dampak dan manfaat yang luas bagi masyarakat. Seringkali terjadi kerusakan bahkan hancur sebelum usia pakainya habis. Karena tidak muncul kepedulian dan rasa tanggung jawab pada masyarakat dalam memelihara atau menjaga prasarana dan sarana yang telah dibangun oleh pemerintah. Meskipun sesungguhnya prasarana dan sarana yang dibangun oleh pemerintah ditujukan untuk kepentingan masyarakat di daerah pedesaan itu sendiri.
Sebaliknya, jika suatu proyek pembangunan prasarana dan sarana yang muncul dari masyarakat daerah pedesaan, direncanakan, dan dilaksanakan secara bersama oleh masyarakat daerah pedesaan, maka kepedulian dan rasa memiliki dari masyarakat sangat tinggi. Masyarakat secara sadar dan tanpa pamrih turut berpartisipasi aktif untuk mensukseskan pembangunan tersebut. Hal ini berdampak pula pada munculnya rasa tanggung jawab yang tinggi untuk menjaga keberlangsungan pembangunan dan hasil pembangunannya.
Oleh karena itu, perlu diingat bahwa pembangunan desa dalam aspek pembangunan fisik, pembangunan prasarana dan sarana di daerah pedesaan semestinya menempatkan penduduk atau masyarakat desa sebagai subjek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan menunjukkan bahwa masyarakat daerah pedesaan berperan sebagai pelaku pembangunan. Sudah semestinya masyarakat sebagai pelaku pembangunan mengambil posisi untuk berperan secara aktif dalam proses pembangunan.
4.      Rendahnya Kesadaran Petani terhadap adopsi inovasi pertanian
Karena minimnya pendidikan masyarakat hal ini menyebabkan penduduk desa hampir 95% penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu masalah rendahnya pendidikan juga menjadikan kendala dalam penerapan inovasi yang dilakukan oleh penyuluhan. Dalam mengelola pertanian mereka hanya menggunakan cara-cara yang mereka terapkan selama ini secara turun temurun tanpa ada pembaharuan atau inovasi yang dilakukan untuk meningkatkan hasil tani mereka.
5.      Keterbelakangan perekonomian
Jika di daerah perkotaan geliat perekonomian begitu fenomenal dan pantastis. Sebaliknya, hal yang berbeda terjadi di daerah pedesaan, dimana geliat perekonomian berjalan lamban dan hampir tidak menggairahkan. Roda perekonomian di daerah pedesaan didominasi oleh aktivitas produksi. Aktivitas produksi yang relatif kurang beragam dan cenderung monoton pada sektor pertanian (dalam arti luas : perkebunan, perikanan, petanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, kehutanan, dan produk turunannya). Kalaupun ada aktivitas di luar sektor pertanian jumlah dan ragamnya masih relatif sangat terbatas.
Aktivitas perekonomian yang ditekuni masyarakat di daerah pedesaan tersebut sangat rentan terhadap terjadinya instabilitas harga. Pada waktu dan musim tertentu produk (terutama produk pertanian) yang berasal dari daerah pedesaan dapat mencapai harga yang begitu tinggi dan pantastik.
Namun pada waktu dan musim yang lain, harga produk pertanian yang berasal dari daerah pedesaan dapat anjlok ke level harga yang sangat rendah. Begitu rendahnya harga produk pertanian menyebabkan para petani di daerah pedesaan enggan untuk memanen hasil pertaniannya, karena biaya panen lebih besar dibandingkan dengan harga jual produknya. Kondisi seperti ini menimbulkan kerugian yang luar biasa bagi petani.
Kondisi seperti ini hampir selalu terjadi sampai saat ini. Namun demikian, suatu ironi bagi pemerintah, karena belum dapat memberikan solusi tepat. Masih segar dalam ingatan kita, pada tahun 2010, cabai mencapai harga di atas Rp.100.000,- per kilogram dan merupakan harga tertinggi sepanjang sejarah. Kondisi berbalik terjadi pada bulan-bulan di awal tahun 2011, dimana harga cabai mengalami penurunan secara drastis. Beberapa daerah harga cabai mencapai di bawah Rp. 10.000,- per kilogram. Kasus yang mirip terjadi beberapa tahun sebelumnya, petani tomat mengalami masa-masa pahit. Harga buah tomat sangat rendah, sehingga biaya produksi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual hasil panen tomat. Petani enggan memanen tomatnya dan lebih memilih untuk membiarkan buah tomat membusuk di kebun atau melakukan pemusnahan tanaman tomat dan menggantikan dengan tanaman lain yang berbeda. Kejadian serupa pada produk pertanian lainnya seringkali terjadi dan menerpa kehidupan para petani di daerah pedesaan.[8]
Meskipun penduduk di daerah pedesaan mayoritas bermatapencaharian sebagai petani, namun tidak semua petani di daerah pedesaan memiliki lahan pertanian yang memadai. Banyak diantara mereka memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar, yang disebut dengan istilah petani gurem. Lebih ironis lagi, sebagian dari penduduk di daerah pedesaan yang malah tidak memiliki lahan pertanian garapan sendiri. Mereka berstatus sebagai petani penyewa, penggarap atau sebagai buruh tani. Petani penyewa adalah para petani yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri melainkan menyewa lahan pertanian milik orang lain. Petani penggarap adalah para petani yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri melainkan menggarap lahan pertanian milik orang lain dengan sistem bagi hasil atau lainnya. Buruh tani adalah petani yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri melainkan bekerja sebagai buruh yang menggarap lahan pertanian milik orang lain dengan memperoleh upah atas pekerjaannya.
6.      Prediksi terhadap iklim yang sulit
Varietas tanaman padi yang ditanam merupakan jenis varietas lokal walaupun kadang bisa juga membudidayakan padi unggul namun bila musim memungkinkan. Masalah geografi yang terjadi seperti air, banyak para petani yang mengeluh dengan adanya banjir kiriman dari daerah pegunungan yang menyebabkan petani gagal panen. Banjir yang datang umumnya menggenangi tanaman padi yang hanya berumur masih muda sehingga tanaman padi muda ini tidak dapat bertahan sehingga busuk dan mati.
Dari hal tersebut bahwa petani terus mengalami kerugian karen banyaknya bibit tanaman yang terbuang padahal untuk dapat menanam padi petani harus menyemai benih padi yang sudah direndam selama 20 hari barulah bibit dapat ditanam. Namun apabila banjir kiriman yang terjadi menggenangi tanaman yang sudah berumur cukup lama umumnya tanaman padi masih bisa bertahan hidup karena tanaman padi sudah mempunyai anakan yang cukup banyak serta tanaman padi tersebut sudah cukup tinggi. Pada sawah yang lebih tinggi umumnya tanaman padi bisa bertahan hidup bila dibandingkan dengan tanaman padi di daerah sawah bawahan. Solusi untuk permasalah banjir ini yaitu seperti pembuatan irigasi agar dapat menyalurkan air dari sungai agar tidak meluap langsung ke areal persawahan.
Namun walaupun rencana ini pernah di ajukan dalam musrembang rencana ini belum dapat dilaksanakan karena memakan biaya yang jumlah sangat pantastis sehingga pemerintah kabupaten belum sanggup membangunkan irigasi yang dikehandaki oleh masyarakat. Namun selain pembuatan irigasi solusi yang lain adalah pembersihan areal sungai-sungai yang mengalami pendangkalan akibat samapah. Dengan membersihkan areal sungai yang mengalami pendangkalan maka diharapkan laju jalannya air tidak meluap ke areal persawahan.
Pindahnya penduduk daerah pedesaan ke daerah perkotaan didorong oleh kondisi ketertinggalan daerah pedesaan dalam berbagai aspek kehidupan. Berbagai faktor internal daerah pedesaan yang mendorong penduduk dari daerah pedesaan untuk berhijrah atau pindah ke daerah perkotaan, antara lain.
7.      Keadaan tanah
Di Indonesia mempunyai tingkat kesuburan tanah yang berbeda disetiap wilayah. Tingkat kesuburan tanah juga sangat berpengaruh dalam pembangunan desa, desa yang mempunyai keadaan tanah yang subur cenderung akan mempengaruhi hasil tani yang akan dihasilkan. Semakin baik dan banyak hasil tani yang dihasilkan oleh desa tersebut maka akan sangat mempengaruhi dari pendapatan masayarakat itu sendiri. Semakin besar pendapatan masyarakat maka pertumbuhan ekonomi didesa tersebut akan semakin baik.
8.      Letak wilayah
Letak wilayah desa juga sangat mempengaruhi dari pembangunan desa itu sendiri. Desa yang yang letak wilayahnya lebih strategis yang dalam hal ini dekat dengan peradaban kota akan berbeda dengan desa yang letaknya sulit dijangkau. Desa yang letaknya sulit dijangkau akan cenderung akan mengalami pembangunan ekonomi yang lambat. Hal ini disebabkan karena sulitnya akses pemerintah dan dunia luar untuk menjangkaunya. Jadi letak desa yang strategis juga sangat berpengaruh dalam pembangunan desa itu sendiri.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Manusia menjalani  kehidupan didunia ini tidaklah bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri dalam artian butuh bantuan dan pertolongan orang lain , maka dari itu manusia disebut makhluk sosial, sesuai dengan Firman Allah SWT yang artinya : “ Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal ( bersosialisasi ).….” (Al-Hujurat :13 ).
 Oleh karena itu kehidupan bermasyarakat hendaklah menjadi sebuah pendorong  atau sumber kekuatan untuk mencapai cita-cita kehidupan yang harmonis, baik itu kehidupan didesa maupun diperkotaan. Tentunya itulah harapan kita bersama, tetapi fenomena apa yang kita saksikan sekarang ini, jauh sekali dari harapan dan tujuan pembangunan Nasional negara ini, kesenjangan Sosial,  yang kaya makin Kaya dan yang Miskin tambah melarat , mutu pendidikan yang masih rendah, orang mudah sekali membunuh saudaranya (dekadensi moral ) hanya karena hal sepele saja, dan masih banyak lagi fenomena kehidupan tersebut diatas yang kita rasakan bersama, mungkin juga fenomena itu ada pada lingkungan dimana kita tinggal.
Sehubungan dengan itu, barangkali kita berprasangka atau mengira fenomena-fenomena yang terjadi yang kita sangka adalah tempat yang aman, tenang  dan berakhlak (manusiawi), ternyata telah tersusupi oleh kehidupan kota yang serba boleh dan bebas itu disatu pihak masalah urbanisasi menjadi masalah serius bagi kota dan desa, karena masyarakat desa yang berurbanisasi ke kota menjadi masyarakat marjinal dan bagi desa pengaruh urbanisasi menjadikan sumber daya manusia yang produktif di desa menjadi berkurang yang membuat sebuah d Permasalah yang dihadapi dalam pembangunan Desa umumnya berada pada masalah sturktural dan sosial budaya. Adapun masalah yang dihadapi dalam upaya pembanguna di Desa  yaitu : Masalah Sosial Budaya, masalah ekonomi dan masalah geografis. Masalah sosial budaya terdiri dari Rendahnya tingkat pendidikan, Minimnya sarana dan prasarana di pedesaan yaitu Prasarana dan sarana transportasi, Prasarana dan sarana pendidikan yang kurang memadai ,Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan dan Rendahnya Kesadaran Petani terhadap adopsi inovasi pertanian.
Masalah ekonimi terdiri dari Keterbelakangan perekonomian dan Tidak tersedianya permodalan untuk petani dan Harga pupuk yang lumayan tinggi. Selain itu masalah geografisnya yaitu prediksi terhadap iklim yang sulit, keadaan tanah dan letak wilayah.

B.     Saran
Pembangunan Wilayah perkotaan seharusnya berbanding lurus dengan pengembangan wilayah desa yang berpengaruh besar terhadap pembangunan kota. Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena adanya problem masalah yang terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang produktif akibat urbanisasi menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan paradigma yang sempit bahwa dengan mengadu nasib dikota maka kehidupan menjadi bahagia dan sejahtera menjadi masalah serius. 
 Problem itu tidak akan menjadi masalah serius apabila pemerintah lebih fokus terhadap perkembangan dan pembangunan desa tertinggal dengan membuka lapangan pekerjaan dipedesaan sekaligus mengalirnya investasi dari kota dan juga menerapkan desentralisasi otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada seluruh daerah untuk mengembangkan potensinya menjadi lebih baik, sehingga kota dan desa saling mendukung dalam segala aspek kehidupan.








DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Drs. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineke Cipta.

Kosim, H, E. 1996. Bandung: Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yapari

Marwanto, 12 November 2006. Jangan bunuh desa kami. Jakarta:Kompas
1994. Sosiologi 3 SMU. Jakarta: Yudistira

Dr. Ir. Ali Hanapiah Muhi,MP Fenomena pembangunan desa. Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jatinangor, Jawa Barat, 2011

Badan Pusat Statistik. Berita Resmi Statistik (2012). Profil Kemiskinan di Indonesia September 2011. No. 06/01/Th. XV.

George Ritzer 2002, Sosiologi Ilmu Pengetahuanberparadigma Ganda , Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.

Rahardjo, 1999, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Edisi Pertama, Gadjah Mada University Press.

Riska dkk. 2007. Makalah Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan. Universitas Indraprasta Jakarta.








[1] Ahmadi, Abu, Drs. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineke Cipta.hal.15
[2] Kosim, H, E. 1996. Bandung: Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yapari.hal.23
[3] Marwanto, 12 November 2006. Jangan bunuh desa kami. Jakarta:Kompas
1994. Sosiologi 3 SMU. Jakarta: Yudistira.hal.49
[4] Dr. Ir. Ali Hanapiah Muhi,MP Fenomena pembangunan desa. Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jatinangor, Jawa Barat, 2011.hal.22
[5]  Badan Pusat Statistik. Berita Resmi Statistik (2012). Profil Kemiskinan di Indonesia September 2011. No. 06/01/Th. XV.hal.97

[6] George Ritzer 2002, Sosiologi Ilmu Pengetahuanberparadigma Ganda , Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.hal.112
[7] Rahardjo, 1999, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Edisi Pertama, Gadjah Mada University Press.hal.77
[8] Riska dkk. 2007. Makalah Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan. Universitas Indraprasta Jakarta.hal.35

No comments:

Post a Comment