Sunday, June 26, 2016

Pengaruh kebudayaan terhadap jiwa keagamaan




BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang
Kebudayaan yang hidup pada suatu masyarakat, pada dasarnya merupakan gambaran dari pola pikir, tingkah laku, dan nilai yang dianut oleh masyarakat. Dari sudut pandang ini, agama disatu sisi memberikan kontribusi terhadap nilai-nilai budaya yang ada, sehingga agama pun bisa berjalan dengan nilai-nilai budaya yang sedang dianutnya. Pada sisi lain, karena agama sebagai wahyu dan memiliki kebenaran yang mutlak, maka agama tidak bisa disejajarkan dengan nilai-nilai budaya, bahkan agama harus menjadi sumber nilai bagi kelangsungan nilai-nilai budaya itu. Disinilah terjadi hubungan timbal balik antara agama dengan budaya.
Dalam hal ini ada persoalan yang membahas tentang  apakah agama lebih dominan mempengaruhi terhadap budaya, atau sebaliknya apakah budaya lebih dominan mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat. Dalam kajian sosiologi, baik agama maupun budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Maka dari itu segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.


B. Rumusan Masalah   
  1. Bagaimana Pengertian,Teori Dan Fungsi Kebudayaan
  2. Bagaiamana Kebudayaan dan tradisi keagamaan
  3. Apa Hubungan tradisi keagamaan dan sikap keagamaan
  4. Apa Pengaruh kebudayaan dalam era global terhadap jiwa keagamaan


C. Tujuan Masalah
1.       Untuk Mengetahu Pengertian,Teori Dan Fungsi Kebudayaan
2.       Untuk Mengetahui Kebudayaan dan tradisi keagamaan
3.       Untuk Mengetahui Hubungan tradisi keagamaan dan sikap keagamaan
4.       Untuk mengetahu Pengaruh kebudayaan dalam era global terhadap jiwa keagamaan








BAB II
PEMBAHASAN


A.     Pengertian,Teori Dan Fungsi Kebudayaan
1.            Pengertian dan teori Kebudayaan   
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta Buddhayah yang merupakan  bentuk jamak kata “buddhi” yang  berarti budi dan akal. Kebudayaan diadakan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.[1] Adapun istilah Culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari bahasa Latin colere Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere  kemudian culture diartikan  sebagai  daya dan kegiatan manusia untuk mengubah dan mengolah alam. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan social. Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola piker masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideology yang mereka anut.
Adapun beberapa ahli merumuskan kebudayaan antara lain :
a.       E.BTylor (1871)
Menurut E.B Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
b.      Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
Menurut tokoh ini, kebudayaan sebagai suatu hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
1)     Karya masyarakat menghasilkan  teknologi  dan  kebudayaan kebedaan atau masyarakat.
2)     Rasa meliputi jiwa manusia mewujudkan segala kaidah dan nilai nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang kuat,didalamnya termasuk agama ideology kebatinan,  kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasilekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat.
3)     Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkanfilsafat serta ilmu pengetahuan cipta bisa terwujud murni, maupun   yang telah disusun  untuk berlangsung  diamalkan  dalam  kehidupanmasyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.            Fungsi Kebudayaan
         Fungsi kebudayaan sangat besar bagi manusia dan masyarakat:
a.       Manusia dan masyarakat  memerlukan  kepuasan,  baik  di bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan ini sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaanyang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
b.      Hasil karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaankebendaan mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakatterhadap lingkungan dalamnya.
c.       Karsa masyarakat mewujudkan norma dan nilai - nilai social   yang sangat perlu  untuk  mengadakan  tata tertib dalam  pergaulan     kemasyarakatan.[2]
            Jadi fungsi kebudayaan disini agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya   bertindak, berbuat, menentukan  sikapnya  kalau  berhubungan  dengan orang lain.


B.      Kebudayaan dan tradisi keagamaan
Herskouits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain. Sementara, menurut Andreas Eppink kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius dan lain-lain. Sementara itu Corel R. E dan Melvin E. (seorang ahli antropologi – budaya) memberikan konsep kebudayaan umumnya mencakup cara berpikir dan cara berlaku yang selah merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat tertentu (yang meliputi) hal – hal seperti bahasa, ilmu pengetahuan, hukum-hukum, kepercayaan, agama, kegemaran makanan tertentu, musik, kebiasaan, pekerjaan, larangan-larangan dan sebagainya.[3]
Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat sebaga aspek – aspek dar kebudayaan itu sendiri yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, kebudayaan dalam suatu masyarakat merupakan sistem nilai tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh warga yang mendukung kebudayaan tersebut. Karena dijadikan kerangka acuan dalam bertindak dan bertingkah laku, maka kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam suatu masyarakat.
Tradisi menurut Parsudi Suparlan, merupakan unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah. Umumnya tradisi erat kaitannya dengan mitos dan agama. Mitos lahir dari tradisi yang sudah mengakar kuat disuatu masyarakat, sementara agama dipahami berdasarkan kultus setempat sehingga mempengaruhi tradisi.
Dari sudut pandang sosiologi, tradisi merupakan suatu pranata sosial, karena tradisi dijadikan kerangka acuan norma ini ada yang bersifat sekunder dan primer. Pranata sekunder ini bersifat fleksibel mudah berubah sesuai dengan situasi yang diinginkan, sedangkan pranata primaer berhubungan dengan kehormatan dan harga diri, serta kelestarian masyarakatnya, karena pranata ini merupakan kerangka acuan norma yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu pranata ini tidak dengan mudah dapat berubah begitu saja.
Mengacu pada penjelasan di atas, tradisi keagamaan termasuk ke dalam pranata primer, karena tradisi keagamaan ini mengadung unsur-unsur yang berkaitan dengan ketuhanan atau keyakinan, tindakan keagamaan, perasaan – perasaan yang bersifat mistik, penyembahan kepada yang suci, dan keyakinan terhadap nilai – nilai yang hakiki. Dengan demikian, tradisi keagamaan sulit berubah, karena selain didukung oleh masyarakat juga memuat sejumlah unsur – unsur yang memiliki nilai – nilai luhur yang berkaitan dengan keyakinan masyarakat. Tradisi keagamaan mengadung nilai-nilai yang sangat penting yang berkaitan erat dengan agama yang dianut masyarakat, atau pribadi – pribadi pemeluk agama tersebut.
Dalam suatu masyarakat yang warganya terdiri atas pemeluk agama, maka secara umum pranata keagamaan menjadi salah satu pranata kebudayaan yang ada di masyarakat tersebut. Dalam konteks seperti ini terlihat hubungan antara tradisi keagamaan dengan kebudayaan masyarakat tersebut. Bila kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan masyarakat, maka dalam masyarakat pemeluk agama perangkat – perangkat yang berlaku umum dan menyeluruh sebagai norma – norma kehidupan akan cenderung mengandung muatan keagamaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan, hubungan antara kegamaan dengan kebudayaan terjalin sebagai hubungan timbal balik. Makin kuat tradisi keagamaan dalam suatu masyarakat akan makin terlihat peran akan makin dominan pengaruhnya dalam kebudayaan.


C.     Hubungan tradisi keagamaan dan sikap keagamaan
Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling mempengaruhi, sikap keagamaan mendukung terbentuknya tradisi keagamaan, sedangkan tradisi keagamaan sebagai lingkungan kehidupan turut memberi nilai-nilai, norma-norma pola tingkah laku keagamaan kepada seseorang. Dengan demikian, tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan tertentu.
Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan merupakan bagian dari pernyataan jati diri seseorang dalam kaitan dengan agama yang dianutnya. Sikap keagamaan ini akan ikut mempengaruhi cara berpikir, cita rasa, ataupun penilaian seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan agama, tradisi keagamaan dalam pandangan Robert C. Monk memiliki dua fungsi utama yang mempunyai peran ganda. Yaitu bagi masyarakat maupun individu. Fungsi yang pertama adalah sebagai kekuatan yang mampu membuat kestabilan dan keterpaduan masyarakat maupun individu. Sedangkan fungsi yang kedua yaitu tradisi keagamaan berfungsi sebagai agen perubahan dalam masyarakat atau diri individu, bahkan dalam situasi terjadinya konfilik sekalipun.[4]
Sikap dan keberagamaan seseorang atau sekelompok orang bisa berubah dan berkembang sejalan dengan perkembangan budaya dimana agama itu hidup dan berkembang. Demikian pula budaya mengalami perkembangan dan tranformasi. Transformasi budaya merupakan perubahan yang menyangkut nilai-nilai dan struktural sosial. Proses perubahan sturuktur sosial akan menyangkut masalah-masalah disiplin sosial, solidaritas sosial, keadilan sosial, system sosial, mobilitas sosial dan tindakan-tindakan keagamaan. Tranformasi budaya yang tidak berakar pada nilai budya bangsa yang beragam akan mengendorkan disiplin sosial dan solidaritas sosial, dan pada gilirannya unsur keadilan sosial akan sukar diwujudkan.


D.     Pengaruh kebudayaan dalam era global terhadap jiwa keagamaan
Era global ditandai oleh proses kehidupan mendunia, kamajuan IPTEK terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi serta terjadinya lintas budaya. Kondisi ini mendukung terciptanya berbagai kemudahan dalam hidup manusia, menjadikan dunia semakin transparan. Pengaruh ini ikut melahirkan pandangan yang serba boleh (permissiveness). Apa yang sebelumnya dianggap sebagai tabu, selanjutnya dapat diterima dan dianggap biasa. Sementara itu, nilai-nilai tradisional mengalami proses perubahan sistem nilai. Bahkan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakatnya. Termasuk ke dalamnya sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama.
Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan, barang kali dampak globalisasi itu dapat dilihat melalui hubungannya dengan perubahan sikap. Menurut teori yang dikemukakan oleh Osgood dan Tannenbaum, perubahan sikap akan terjadi jika terjadi persamaan persepsi pada diri seseorang atau masyarakat terhadap sesuatu. Hal ini berarti bahwa apabila pengaruh globalisasi dengan segala muatannya di nilai baik oleh individu maupun masyarakat, maka mereka akan menerimanya.[5]
Tetapi, menurut David C.Korten, ada tiga krisis yang bakal dihadapi manusia secara global. Kesadaran akan krisis ini sudah muncul sekitar tahun 1980an, yaitu : kemiskinan, penanganan lingkungan yang salah serta kekerasan sosial. Gejala terseabut akan menjadi mimpi buruk kemanusiaan di abad ke 21 ini. Selanjutnya ia menginventarisasi ada 21 permasalahan yang secra global akan di hadapi oleh manusia, yaitu:
1.        Pemulian lahan yang kritis.
2.        Mengkonservasi dan mengalokasi sumber-sumber air yang langka.
3.        Mengurangi polusi udara.
4.        Memperkuat dan memelihara lahan pertanian kecil.
5.        Mengurangi tingkat pengangguran yang kronis.
6.        Jaminan terhadap pemeliharaan hak asasi manusia.
7.        Penyediaan kredit bagi kegiatan ekonomi bersekala kecil.
8.        Usaha pengurangan persenjataan dan militerisasi.
9.        Pengawasan terhadap suhu secara global.
10.    Penyediaan tempat tinggal bagi tunawisma.
11.    Pertemuan yang membutuhkan pendidikan dua bahasa.
12.    Pengurangan tingkat kelaparan, tuna aksara, dan tingkat kematian bayi untuk menambah jumlah penduduk.
13.    Mengurangi tingkat kehamilanremaja.
14.    Mengatur pertumbuhan penduduk dan pengaturan perimbangannya.
15.    Meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap permasalahan yang menyangkut perkembangan global.
16.    Peningkatan kewaspadaan terhadap pengrusakan alam.
17.    Menyediakan fasilitas bagi kesepakatan untuk mengurangi berbagai ketegangan regional yang di sebabkan perbedaan rasial,etnis dan agama.
18.    Menghilangkan atau membersihkan hujan asam.
19.    Penyembuhan terhadap korban penyakit AIDS serta mengawasi penyebaran berjngkitnya wabah tersebut.
20.    Menempatkan kembali atau memulangkan para pengungsi.
21.    Pengawasan terhadap lalu lintasperdagangan alkohol dan penyalah gunaan obat bius.
Keseluruan permasalahan itu menurut David C.Korten merupakan contoh ilustrasi yang harus dihadapi bersama oleh seluruh negara di Dunia ini tanpa memandang letak geografis maupun tingakat perkembangannya. David melihat gejala-gejala dimaksud akan dialami oleh masyarakat dunia secara menyeluruh sebagai dampak globalisasi.
Secara fenomina, kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan. Meskipun dalam sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam kesemarakannya. Namun dalam kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuler barangkali akan ada pengaruhnya terhadap pertumbungan jiwa keagamaannya.
Dalam situasi seperti itu, bisa saja terjadi berbagai kemungkinan. Pertama, mereka yang tidak ikut larut dalam pengaguman yang berlebihan terhadap rekayasa teknologi dan tetap berpegang teguh pada nilai – nilai keagamaan, kemungkinan akan lebih meyakini kebenaran agama. Kedua, golongan yang longgar dari nilai-nilai ajaran agama akan mengalami kekosongan jiwa, golongan ini sulit menentukan pilihan guna menentramkan gejolak dalam jiwanya.[6]






BAB III
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia yang di dalamnya terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat sebagai aspek dari kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam suatu masyarakat karena kebudayaan merupakan sistem nilai tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh masyarakat.
Tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan tertentu.
Secara fenomena, kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan. Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan dampak globalisasi dapat dilihat melalui hubungan dengan perubahan sikap, seperti hilangnya pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakat dan bersumber dari ajaran agama.


B.       Saran
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kekhilafan oleh karena itu, kepada para pembaca dan para pakar utama penulismengharapkan saran dan kritik ataupun tegur sapa yang sifatnya membangun akan diterima dengan senang hati demi kesempurnaan makalah selanjutnya.







DAFTAR PUSTAKA


Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996

Pendidikan Manusia Indonesia, Tonny D. Widiastono (ed.), Jakarta: Kompas, 2004

Azizy, A. Qodry, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan SDM Yang Terciptanya Masyarakat Madani), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Jaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005

Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000

Sztompka, Piotr , Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada, 2007







[1] Sztompka, Piotr , Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada, 2007. Hal 22
[2] Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.Hal 37
[3] Jaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.Hal.19
[4] Azizy, A. Qodry, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan SDM Yang Terciptanya Masyarakat Madani), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
[5] Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996.Hal.77
[6] Pendidikan Manusia Indonesia, Tonny D. Widiastono (ed.), Jakarta: Kompas, 2004.Hal.62

No comments:

Post a Comment