BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan yang hidup pada suatu
masyarakat, pada dasarnya merupakan gambaran dari pola pikir, tingkah laku, dan
nilai yang dianut oleh masyarakat. Dari sudut pandang ini, agama disatu sisi
memberikan kontribusi terhadap nilai-nilai budaya yang ada, sehingga agama pun
bisa berjalan dengan nilai-nilai budaya yang sedang dianutnya. Pada sisi lain,
karena agama sebagai wahyu dan memiliki kebenaran yang mutlak, maka agama tidak
bisa disejajarkan dengan nilai-nilai budaya, bahkan agama harus menjadi sumber
nilai bagi kelangsungan nilai-nilai budaya itu. Disinilah terjadi hubungan
timbal balik antara agama dengan budaya.
Dalam hal ini ada persoalan yang
membahas tentang apakah agama lebih dominan mempengaruhi terhadap budaya,
atau sebaliknya apakah budaya lebih dominan mempengaruhi pola pikir dan tingkah
laku manusia dalam kehidupan masyarakat. Dalam kajian sosiologi, baik agama
maupun budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Maka dari itu segala
sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat itu sendiri.
B. Rumusan
Masalah
- Bagaimana Pengertian,Teori Dan Fungsi Kebudayaan
- Bagaiamana Kebudayaan dan tradisi keagamaan
- Apa Hubungan tradisi keagamaan dan sikap keagamaan
- Apa Pengaruh kebudayaan dalam era global terhadap jiwa keagamaan
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahu Pengertian,Teori
Dan Fungsi Kebudayaan
2.
Untuk Mengetahui Kebudayaan dan tradisi keagamaan
3.
Untuk Mengetahui Hubungan tradisi keagamaan dan sikap keagamaan
4.
Untuk mengetahu Pengaruh kebudayaan dalam era global terhadap jiwa
keagamaan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian,Teori
Dan Fungsi Kebudayaan
1.
Pengertian dan
teori Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta
Buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi”
yang berarti budi dan akal. Kebudayaan diadakan sebagai
hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.[1]
Adapun istilah Culture yang merupakan istilah bahasa asing
yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari bahasa Latin colere Artinya
mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah bertani. Dari asal
arti tersebut yaitu colere kemudian culture diartikan
sebagai daya dan kegiatan manusia untuk mengubah
dan mengolah alam. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur"
dalam bahasa Indonesia.
Budaya merupakan
salah satu unsur dasar dalam kehidupan social. Budaya mempunyai peranan penting
dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti
juga membentuk kepribadian dan pola piker masyarakat tertentu. Budaya mencakup
perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun
masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideology yang mereka anut.
Adapun beberapa ahli merumuskan
kebudayaan antara lain :
a.
E.BTylor (1871)
Menurut E.B Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang
di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
b.
Selo Soemardjan
dan Soelaeman Soemardi
Menurut tokoh ini, kebudayaan
sebagai suatu hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
1)
Karya masyarakat menghasilkan teknologi
dan kebudayaan kebedaan atau masyarakat.
2)
Rasa meliputi
jiwa manusia mewujudkan segala kaidah dan nilai – nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan
dalam arti yang kuat,didalamnya termasuk agama
ideology kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan
hasilekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat.
3)
Cipta merupakan
kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup
bermasyarakat yang antara lain menghasilkanfilsafat serta ilmu pengetahuan
cipta bisa terwujud murni, maupun yang telah disusun
untuk berlangsung diamalkan dalam kehidupanmasyarakat.
Dari berbagai
definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah
sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.
2.
Fungsi Kebudayaan
Fungsi kebudayaan sangat besar bagi manusia dan masyarakat:
a. Manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan, baik di
bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan ini sebagian besar dipenuhi oleh
kebudayaanyang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
b.
Hasil karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaankebendaan mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakatterhadap
lingkungan dalamnya.
c.
Karsa
masyarakat mewujudkan norma dan nilai - nilai social yang sangat perlu
untuk mengadakan tata tertib dalam
pergaulan kemasyarakatan.[2]
Jadi fungsi kebudayaan disini agar manusia dapat mengerti bagaimana
seharusnya bertindak, berbuat, menentukan
sikapnya kalau berhubungan dengan orang lain.
B. Kebudayaan dan tradisi keagamaan
Herskouits memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain.
Sementara, menurut Andreas Eppink kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian
nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius dan lain-lain. Sementara itu Corel R. E dan
Melvin E. (seorang ahli antropologi – budaya) memberikan konsep kebudayaan
umumnya mencakup cara berpikir dan cara berlaku yang selah merupakan ciri khas
suatu bangsa atau masyarakat tertentu (yang meliputi) hal – hal seperti bahasa,
ilmu pengetahuan, hukum-hukum, kepercayaan, agama, kegemaran makanan tertentu,
musik, kebiasaan, pekerjaan, larangan-larangan dan sebagainya.[3]
Dengan demikian, kebudayaan
adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap
potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat
pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat sebaga aspek – aspek dar
kebudayaan itu sendiri yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, kebudayaan dalam suatu
masyarakat merupakan sistem nilai tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh
warga yang mendukung kebudayaan tersebut. Karena dijadikan kerangka acuan dalam
bertindak dan bertingkah laku, maka kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam
suatu masyarakat.
Tradisi menurut Parsudi Suparlan,
merupakan unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat
dan sulit berubah. Umumnya tradisi erat kaitannya dengan
mitos dan agama. Mitos lahir dari tradisi yang sudah mengakar kuat disuatu
masyarakat, sementara agama dipahami berdasarkan kultus setempat sehingga
mempengaruhi tradisi.
Dari sudut pandang sosiologi,
tradisi merupakan suatu pranata sosial, karena tradisi dijadikan kerangka acuan
norma ini ada yang bersifat sekunder dan primer. Pranata sekunder ini bersifat
fleksibel mudah berubah sesuai dengan situasi yang diinginkan, sedangkan
pranata primaer berhubungan dengan kehormatan dan harga diri, serta kelestarian
masyarakatnya, karena pranata ini merupakan kerangka acuan norma yang mendasar
dan hakiki dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu
pranata ini tidak dengan mudah dapat berubah begitu saja.
Mengacu pada penjelasan di atas,
tradisi keagamaan termasuk ke dalam pranata primer, karena tradisi keagamaan
ini mengadung unsur-unsur yang berkaitan dengan ketuhanan atau keyakinan,
tindakan keagamaan, perasaan – perasaan yang bersifat mistik, penyembahan
kepada yang suci, dan keyakinan terhadap nilai – nilai yang hakiki. Dengan demikian, tradisi keagamaan sulit berubah, karena
selain didukung oleh masyarakat juga memuat sejumlah unsur – unsur yang memiliki
nilai – nilai luhur yang berkaitan dengan keyakinan masyarakat. Tradisi
keagamaan mengadung nilai-nilai yang sangat penting yang berkaitan erat dengan
agama yang dianut masyarakat, atau pribadi – pribadi pemeluk agama tersebut.
Dalam suatu masyarakat yang
warganya terdiri atas pemeluk agama, maka secara umum pranata keagamaan menjadi
salah satu pranata kebudayaan yang ada di masyarakat tersebut. Dalam konteks
seperti ini terlihat hubungan antara tradisi keagamaan dengan kebudayaan
masyarakat tersebut. Bila kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan masyarakat,
maka dalam masyarakat pemeluk agama perangkat – perangkat yang berlaku umum dan
menyeluruh sebagai norma – norma kehidupan akan cenderung mengandung muatan
keagamaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan,
hubungan antara kegamaan dengan kebudayaan terjalin sebagai hubungan timbal
balik. Makin kuat tradisi keagamaan dalam suatu masyarakat akan makin terlihat
peran akan makin dominan pengaruhnya dalam kebudayaan.
C. Hubungan tradisi keagamaan dan sikap keagamaan
Tradisi keagamaan dan sikap
keagamaan saling mempengaruhi, sikap keagamaan mendukung terbentuknya tradisi
keagamaan, sedangkan tradisi keagamaan sebagai lingkungan kehidupan turut
memberi nilai-nilai, norma-norma pola tingkah laku keagamaan kepada seseorang.
Dengan demikian, tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman
dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri
seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan tertentu.
Sikap keagamaan yang terbentuk oleh
tradisi keagamaan merupakan bagian dari pernyataan jati diri seseorang dalam
kaitan dengan agama yang dianutnya. Sikap keagamaan ini akan ikut mempengaruhi
cara berpikir, cita rasa, ataupun penilaian seseorang terhadap segala sesuatu
yang berkaitan dengan agama, tradisi keagamaan dalam pandangan Robert C. Monk
memiliki dua fungsi utama yang mempunyai peran ganda. Yaitu bagi masyarakat
maupun individu. Fungsi yang pertama adalah sebagai kekuatan yang mampu membuat
kestabilan dan keterpaduan masyarakat maupun individu. Sedangkan fungsi yang
kedua yaitu tradisi keagamaan berfungsi sebagai agen perubahan dalam masyarakat
atau diri individu, bahkan dalam situasi terjadinya konfilik sekalipun.[4]
Sikap dan keberagamaan seseorang
atau sekelompok orang bisa berubah dan berkembang sejalan dengan perkembangan
budaya dimana agama itu hidup dan berkembang. Demikian
pula budaya mengalami perkembangan dan tranformasi. Transformasi budaya
merupakan perubahan yang menyangkut nilai-nilai dan struktural sosial. Proses
perubahan sturuktur sosial akan menyangkut masalah-masalah disiplin sosial,
solidaritas sosial, keadilan sosial, system sosial, mobilitas sosial dan
tindakan-tindakan keagamaan. Tranformasi budaya yang tidak berakar pada nilai
budya bangsa yang beragam akan mengendorkan disiplin sosial dan solidaritas
sosial, dan pada gilirannya unsur keadilan sosial akan sukar diwujudkan.
D. Pengaruh kebudayaan dalam era global terhadap jiwa keagamaan
Era global ditandai oleh proses
kehidupan mendunia, kamajuan IPTEK terutama dalam bidang transportasi dan
komunikasi serta terjadinya lintas budaya. Kondisi ini mendukung terciptanya
berbagai kemudahan dalam hidup manusia, menjadikan dunia semakin transparan.
Pengaruh ini ikut melahirkan pandangan yang serba boleh (permissiveness). Apa
yang sebelumnya dianggap sebagai tabu, selanjutnya dapat diterima dan dianggap
biasa. Sementara itu, nilai-nilai tradisional mengalami proses perubahan sistem
nilai. Bahkan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari tradisi
masyarakatnya. Termasuk ke dalamnya sistem nilai yang bersumber dari ajaran
agama.
Dalam kaitannya dengan jiwa
keagamaan, barang kali dampak globalisasi itu dapat dilihat melalui hubungannya
dengan perubahan sikap. Menurut teori yang dikemukakan oleh Osgood dan
Tannenbaum, perubahan sikap akan terjadi jika terjadi persamaan persepsi pada
diri seseorang atau masyarakat terhadap sesuatu. Hal ini
berarti bahwa apabila pengaruh globalisasi dengan segala muatannya di nilai
baik oleh individu maupun masyarakat, maka mereka akan menerimanya.[5]
Tetapi, menurut David C.Korten,
ada tiga krisis yang bakal dihadapi manusia secara global. Kesadaran akan
krisis ini sudah muncul sekitar tahun 1980an, yaitu : kemiskinan, penanganan
lingkungan yang salah serta kekerasan sosial. Gejala terseabut akan menjadi
mimpi buruk kemanusiaan di abad ke 21 ini. Selanjutnya ia menginventarisasi ada
21 permasalahan yang secra global akan di hadapi oleh manusia, yaitu:
1.
Pemulian lahan
yang kritis.
2.
Mengkonservasi
dan mengalokasi sumber-sumber air yang langka.
3.
Mengurangi
polusi udara.
4.
Memperkuat dan
memelihara lahan pertanian kecil.
5.
Mengurangi
tingkat pengangguran yang kronis.
6.
Jaminan
terhadap pemeliharaan hak asasi manusia.
7.
Penyediaan
kredit bagi kegiatan ekonomi bersekala kecil.
8.
Usaha
pengurangan persenjataan dan militerisasi.
9.
Pengawasan
terhadap suhu secara global.
10.
Penyediaan
tempat tinggal bagi tunawisma.
11.
Pertemuan yang
membutuhkan pendidikan dua bahasa.
12.
Pengurangan
tingkat kelaparan, tuna aksara, dan tingkat kematian bayi untuk menambah jumlah
penduduk.
13.
Mengurangi
tingkat kehamilanremaja.
14.
Mengatur
pertumbuhan penduduk dan pengaturan perimbangannya.
15.
Meningkatkan
kewaspadaan masyarakat terhadap permasalahan yang menyangkut perkembangan
global.
16.
Peningkatan
kewaspadaan terhadap pengrusakan alam.
17.
Menyediakan
fasilitas bagi kesepakatan untuk mengurangi berbagai ketegangan regional yang
di sebabkan perbedaan rasial,etnis dan agama.
18.
Menghilangkan
atau membersihkan hujan asam.
19.
Penyembuhan
terhadap korban penyakit AIDS serta mengawasi penyebaran berjngkitnya wabah
tersebut.
20.
Menempatkan
kembali atau memulangkan para pengungsi.
21.
Pengawasan
terhadap lalu lintasperdagangan alkohol dan penyalah gunaan obat bius.
Keseluruan permasalahan itu
menurut David C.Korten merupakan contoh ilustrasi yang harus dihadapi bersama
oleh seluruh negara di Dunia ini tanpa memandang letak geografis maupun
tingakat perkembangannya. David melihat gejala-gejala dimaksud akan dialami
oleh masyarakat dunia secara menyeluruh sebagai dampak globalisasi.
Secara fenomina, kebudayaan dalam
era global mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan jiwa keagamaan. Meskipun dalam
sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam
kesemarakannya. Namun dalam kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuler
barangkali akan ada pengaruhnya terhadap pertumbungan jiwa keagamaannya.
Dalam situasi seperti itu, bisa
saja terjadi berbagai kemungkinan. Pertama, mereka yang tidak ikut larut dalam
pengaguman yang berlebihan terhadap rekayasa teknologi dan tetap berpegang teguh
pada nilai – nilai keagamaan, kemungkinan akan lebih meyakini kebenaran agama.
Kedua, golongan yang longgar dari nilai-nilai ajaran agama akan mengalami
kekosongan jiwa, golongan ini sulit menentukan pilihan guna menentramkan
gejolak dalam jiwanya.[6]
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Kebudayaan adalah hasil daya
cipta manusia yang di dalamnya terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral,
adat istiadat sebagai aspek dari kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan cenderung
menjadi tradisi dalam suatu masyarakat karena kebudayaan merupakan sistem nilai
tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh masyarakat.
Tradisi keagamaan memberi
pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga terbentuk
dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi
keagamaan tertentu.
Secara fenomena, kebudayaan dalam
era global mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan jiwa keagamaan. Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan dampak
globalisasi dapat dilihat melalui hubungan dengan perubahan sikap, seperti
hilangnya pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakat dan bersumber
dari ajaran agama.
B.
Saran
Kami menyadari
bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kekhilafan oleh
karena itu, kepada para pembaca dan para pakar utama penulismengharapkan saran
dan kritik ataupun tegur sapa yang sifatnya membangun akan diterima dengan
senang hati demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996
Pendidikan Manusia Indonesia, Tonny D. Widiastono (ed.), Jakarta: Kompas,
2004
Azizy, A. Qodry, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan
SDM Yang Terciptanya Masyarakat Madani), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
Jaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000
Sztompka, Piotr , Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada, 2007
[4] Azizy, A. Qodry, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan
SDM Yang Terciptanya Masyarakat Madani), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
No comments:
Post a Comment