Sunday, June 26, 2016

Filsafat Pendidikan Islam





BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah
 Islam mengakui betapa pentingnya pendidikan. Ayat yang pertama turun adalah perintah untuk membaca dalam surat Al-Alaq ayat 1. Itu menunjukkan pentingnya belajar dan pendidikan dalam kehidupan manusia.
Dalam beribadah pun, ilmu pengetahuan sangat penting. Karena ibadah yang tepat didasarkan pada ilmu pengetahuan  yang cukup baik mengenai tata cara ibadah itu sendiri maupun aqidah dalam peribadatan itu sendiri.
Ada dua kelompok teori pendidikan sekarang, yaitu  teori pendidikan barat, (ini disebut modern) dan teori pendidikan Islam yaitu berdasarkan Quran dan Hadits. Namun ternyata pengelola sekolah Islam sendiri belum benar-benar menyintesiskan kedua teori ini. Kita lihat untuk meningkatkan mutu pembelajaran, kebanyakan orang Islam menggunakan teori barat. 
Lebih sering lagi kita lihat, banyak sekolah Kristen yang maju. Sementara siswa ber-KTP Islam malah bobrok akhlaknya. Mengapa bias teprjadi hal demikian? Bagaimana sebenarnya pendidikan dalam perspektif Islam sendiri?
Padahal pendidikan Islam mampu bersaing dengan teori pendidikan manapun. Jika saja teori yang digunakan betul-betul mengadaptasi pendidikan Islam, dengan dilaksanakan secara jujur, Insya allah Fungsi  Pendidikan Islam akan cepat tercapai yaitu membentuk siswa yang taqwa.
Untuk itulah  makalah ini disusun. Dalam makalah ini diuraikan definisi pendidikan Islam, pendidikan dalam perspektif Islam, sampai kurikulum menurut Islam.
   Peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai suatu kebutuhan bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang bermutu dapat menunjang pembangunan disegala bidang. Oleh sebab itu perlu adanya pemahaman tentang dasar dan Fungsi  Pendidikan secara mendalam. Apabila kita telah memamahami dasar dan tujuan penulis yakin bahwa kita bisa memajukan pendidikan secara nasional.
   Fungsi  Pendidikan merupakan masalah yang fundamental dalam pelaksanaan pendidikan, karena dasar pendidikan itu akan menentukan corak dan isi pendidikan. Fungsi  Pendidikan itupun akan menentukan kearah mana anak didik akan dibawa. Untuk itu maka kita harus benar benar memahami apa saja dasar pendidikan dan tujuan yang nantinya bisa dicapai.


B. Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Filsafat Pendidikan Islam ?
2.      Bagaimana Sumber Filsafat Pendidikan Islam?
3.      Bagaimana Jenis-jenis Filsafat Islam?
4.      Bagaimana Usaha Filsafat Pendidikan Islam?


C. Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui Apa  Pengertian Filsafat islam.
2.      Untuk mengetahui Bagaimana Sumber Filsafat Pendidikan Islam
3.      Untuk mengetahui Jenis-jenis Filsafat Islam.
4.      Untuk mengetahui Usaha Filsafat Pendidikan Islam.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian  Filsafat Pendidikan Islam
      Filsafat secara harfiah berasal kata Philo berarti cinta, Sophos berarti ilmu atau hikmah, jadi filsafat secara istilah berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Pengertian dari teori lain menyatakan kata Arab falsafah dari bahasa Yunani, philosophia: philos berarti cinta (loving), Sophia berarti pengetahuan atau hikmah (wisdom), jadi Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Pelaku filsafat berarti filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat dapat dikatakan sebagai pelaku aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya. Ariestoteles (filosof Yunani kuno) mengatakan filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, kadang-kadang disamakan dengan pengetahuan tentang wujud (ontologi). Adapun pengertian filsafat mengalami perkembangan sesuai era yang berkembang pula. Pada abad modern (Herbert) filsafat berarti suatu pekerjaan yang timbul dari pemikiran. Terbagi atas 3 bagian: logika, metafisika dan estetika (termasuk di dalamnya etika). [1]
      Pendidikan secara harfiah berasal kata didik, yang mendapat awalan pen akhiran an. berarti perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik. Kata lain ditemukan peng(ajar)an berarti cara (perbuatan dan sebagainya) mengajar atau mengejarkan. Kata lain yang serumpun adalah mengajar berarti memberi pengetahuan atau pelajaran. Kata pendidikan berarti education (inggris), kata pengajaran berarti teaching (inggris). Pengertian dalam bahasa Arab kata pendidikan (Tarbiyah) – pengajaran (Ta’lim) yang berasal dari ‘allama dan rabba. Dalam hal ini kata tarbiyyah lebih luas konotasinya yang berarti memelihara, membesarkan, medidik sekaligus bermakna mengajar (‘allama). Terdapat pula kata ta’dib yang ada hubungannya dengan kata adab yang berarti susunan.
Dari segi bahasa Arab kata Islam dari salima (kemudian menjadi aslama), kata Islam berasal dari isim masdar (infinitif) yang berarti berserah diri, selamat sentosa atau memelihara diri dalam keadaan selamat. Yakni dengan sikap seseorang untuk taat, patuh, tunduk dengan ikhlas dan berserah diri kepada Allah SWT; sebagaimana seseorang bias disebut Muslim. Selanjutnya Allah SWT memakai kata Islam sebagai nama salah satu agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan-Nya kepada manusia melalui Muhammad SAW (sebagai Rasul-Nya). Sebagai agama Islam diakui memiliki ajaran yang komprehensif (al-Qur’an) dibandingkan dengan agama-agama lain yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya.
Setelah dijelaskan satu persatu yang tersebut di atas, diyakini belum dijelaskan secara lebih khusus mengenai apa itu filsafat pendidikan Islam?
Pendapat para ahli yang mencoba merumuskan pengertian filsafat pendidikan Islam, Muzayyin Arifin mengatakan pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumberkan atau berlandaskan pada ajaran-ajaran agama Islam tentang hakekat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia (Muslim) yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam. Secara sistematikanya menyangkut subyek-obyek pendidikan, kurikulum, metode, lingkungan, guru dan sebagainya. Mengenai dasar-dasar filsafat yang meliputi pemikiran radikal dan universal menurut Ahmad D Marimba mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam bukanlah filsafat pendidikan tanpa batas. Adapun komentar mengenai radikal dan universal bukan berarti tanpa batas, tidak ada di dunia ini yang disebut tanpa batas, dan bukankah dengan menyatakan sesuatu itu tanpa batas, kita telah membatasi sesuatu itu. Dalam artian, apabila seorang Islam yang telah meyakini isi keimanannya, akan mengetahui di mana batas-batas pikiran (akal) dapat dipergunakan.
Dari uraian di atas kiranya dapat kita ketahui bahwa filsafat pendidikan Islam merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber primer, serta pendapat para ahli (khususnya para filosof Muslim) sebagai sumber skunder. [2]

B.     Sumber Filsafat Pendidikan Islam
      Eksistensi  manusia sangat dibatasi oleh waktu, ruang, dan syarat-syarat lain yang dibawa secara kodrati. Manusia tidak dapat hadir dalam 2 tempat yang agak berjauhan. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di tempat lain tidak dapat kita saksikan secara langsung karena kondisi tertentu yang menghalang-halangi kita.
Akan tetapi dengan cara-cara tertentu manusia dapat melampaui batas ruang, waktu, dan sarat-sarat yang lainnya. Manusia mulai mendengarkan berita-berita, mengumpulkan informasi-informasi dan memeriksa data-data yang terkumpul dari peristiwa yang tidak ia alami sendiri. Dan peristiwa yang ia alami sendiri ia himpun, renungkan, olah dan ia simpulkan menjadi pengetahuan yang makin tepat dan mantap. Proses terbentuknya pengetahuan yang dimiliki manusia diperoleh dengan 2 cara pendekatan yaitu apriori (intern) dan aposteriori (ekstern). [3]
Sumber pengetahuan yang dibangun berdasarkan logika deduktif dan induktif adalah suatu proses penalaran yang dibangun berdasarkan premis-premis yang berupa pengetahuan yang benar. Menurut Mundiri (2001) pengetahuan adalah hasil dari aktivitas mengetahui, yaitu tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan padanya. Benar menurut Jujun S Suriasumantri (1988) adalah pernyataan tanpa ragu. Artinya ketidak raguan adalah syarat mutlak bagi seseorang untuk dapat dikatakan mengetahui. Mengetahui dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat kita tangkap di dalam jiwa baik benda ataupun peristiwa atau sifat yang menyertai benda-benda tersebut.
Ada 2 sumber utama yang perlu diketahui oleh setipa manusia yaitu berdasarkan rasio dan pengalaman manusia. Pengetahuan yang diperoleh melaui rasio kebenarannnya berdasarkan pada kebenaran pikiran semata (rasionalisme). Sebaliknya sumber pengetahuan diperoleh berdasarkan pengalaman, atau kebenaran pengetahuan hanya didasarkan pada fakta yang ada di lapangan( empirisme).
Kaum rasionalisme memperoleh pengetahuan dengan menggunakan penalaran sedangkan logika yang digunakan adalah logika deduktif .premis premis yang digunakan diperolh melalui ide ide yang dasarnya jelas dan dapat diterima .
Permasalahan utama yang dialami oleh kaum rasionalis adalah penilaian terhadap kebenaran premis premis yang digunakan untuk penalaran deduktif  karena premis yang digunakan bersumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak dan terbebas dari pengalaman , maka penilaian semacam ini tidak bisa dilakukan .
Bagi kaum empiris pengetahauan manusia dapat diperoleh bukan dari penalaran yang bersifat rasional danj abstrak namun dari pengalaman yang kongkrit . Masalah utama yanmg muncul adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan  cenderung untuk menjadi kumpulan fakta  tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkintrdapat hal hal yang bersifat kontradiktif .
Perbedaan antara kaum rasionalisme dan kaum logika adalah kaum rasionalisme untuk dapat memperoleh pengetahuan diperoleh dengan menggunakan penalaran, sedangkan kaum logika menggunakan logika deduktif. Premis yang digunakan dalam proses penalaran diperoleh melalui ide yang menurut anggapan dasarnya jelas dan dapat diterima.
Kaum rasionalis menganggap masalah utama yang dihadapi adalah mengenai penilaian terhadap kebenaran premis yang digunakan untuk penalaran deduktif. Karena premis yang digunakan bersumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak dan terbebas dari pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari pemikiran rasional cenderung bersifat solibisistik (hanya benar dalam kerangka pikiiran tertentu yang berbeda dalam benak orang yang berfikir tersebut  dan bersifat subyektif.
Kaum empiris, menurutnya pengetahuan manusia dapat diperoleh bukan dari penalaran yang bersifat rasional dan abstrak, namun diperoleh dari pengalaman yang kongkrit. Karena kaum empiris beranggapan bahwa gejala alamiah yang terjadi dimuka bumi ini bersifat kongkrit dan dapat dinyatakan melalui panca indera manusia. Selanjutnya adalah mengenai menggunakan penalaran induktif, kaum ini menyebutkan dengan menggunakan nalar induktif maka dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara umum melalui pengamatan terhadap gejala fisik yang bersifat individual, sedangkan masalah yang muncul dalam menyusun pengetahuan secara empiris ini adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi kumpulan fakta, yang kumpulan fakta tersebut belum tentu bersifat konsisten dan kontradiktif.
Intuisi dan wahyu merupakan cara lain yang digunakan untuk mencari sumber pengetahuan selain menggunakan rasionalisme dan empirisme. Intuisi merupakan kegiatan berfikir untuk mendapatkan pengetahuan tanpa melalui proses penalaran tertentu, Intuisi tidak dapat diandalkan karena bersifat personal dan tidak bisa diramalkan akan tetapi pengetahuan intuisif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Menurut Maslow dalam Jujun (1988) intuisi merupakan pengalaman puncak  atau peakeksperience.
Sedangkan, wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan Tuhan kepada manusia yang disalurkan melalui nabi yang diutus-Nya sepanjang jaman. Pengetahuan ini didasarkan pada kepercayaan akan hal-hal ghaib atau supranatural. Kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahun, Kepercayaan kepada nabi merupakan utusan Tuhan, dan kepercayaan kepada wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini.Kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama, suatu pengetahuan harus dipercaya sebelum dapat diterima. Dengan demikian dapat diikatakan bahwa agama mulai dengan rasa percaya dan lewat pengkajian selanjutnya kepercayaan itu dapat meningkat atau menurun, sebaliknya pengetahuan yang disebut ilmu berawal dari rasa tidak percaya. Dan setelah melalui proses pengkajian secara ilmiah kita bisa diyakinkan atau tetap pada pendirian kita semula.
      Semua mengakui memiliki pengetahuan. Persoalannya pengetahuan itu dimana diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapat. Bagaimana caranya untuk mendapatkan pengetahuan  atau darimana sumbar pengetahuan, dan pengatahuan apa yang kita peroleh? Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan .[4]
a.       Empirisme
            Empiris berasal dari bahasa Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya, Dan pengalaman indrawinya. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar, jadi pengalaman indera inilah sumber pengetahuan yang benar. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal yaitu kesan-kesandan pengertian ( ide-ide) yang dimaksud dengan kesan-kesan adalah pengamatan  langsung yang dapat diterima dar pengalaman. Seperti rasa sakit ketika tangan terbakar. Dan ide-ide adalah gambaran tentangpengamatan yang samar-samar dihasilkan dengan merenungkan kembali kesan-kesan yang diterima dari pengalaman. Dan dapat disusun suatu pengetahuan yang berlaku secara umu lewat pengamatan terhadap gejala gejala fisik yang bersifat indifidual. Jadi dalam empiris , sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh panca indera. Akal tidak  berfungsi banyak . kelemahan paham empirisme:[5]
1.      Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil, apakah ia benar-banar kacil? Ternyata tidak .
2.      Indera menipu, pada orang yang sakit orang tidak bias merasakan gula, gula terasa pahit, dan udara terasa dingin.
3.      Obyek menipu, contohnya fatamorgana dan ilusi, jadi obyek itu tidak sebagaimana ia ditangkap oleh indera, ia membohongi indera.
4.      Berasal dari indera dan obyek sekaigus dalam hal ini indera 9 mata ) tidak mampu elihat seekr kerbau secara keseluruhan , dan kerbau tidak bias memperlihatkan badannya secara keseluruhan.
b.      Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar dari kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Akal selain bekerja karena ada bahan indera , juga akal dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan bahan inderawi saja. Jadi akal menghasilkan pengetahuan tentang objek yang betul-betul abstrak. [6]
Tetapi rasionalisme mempunyai kelamahan akan kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang adalah jelas dan dapat dipercaya tetapi menurut orang lain tidak . jadi masalah utamanya adalah tidak mampu menyelesaikan premis-premis yang sifatnya induktif. Yaitu sifat yang diluar sifat umum dari suatu obyek.
Namun hadirnya paham empirisme dan rasionalisme menghasilkan paham positivism (sain ) oleh august comte dan Immanuel kant. August comte beagumen bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh ilmu pengetahuan , tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indra dapat dikoreksi engan eksperimendan eksperimen itu memerlukan ukuran-ukuran yang jelas seperti panas diukur dengan alat ukur panas. Kita tidak hanya mengatakan panas sekali, panas, tidak panas, kita memerlukan alat ukur yang teliti. Dari sinilah kemajuan sain benar-benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dangan didukung dengan bukti-bukti empiris yang terukur.
c.       Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil evolusi pemahaman yang tinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasan. Pengembangan kemampuan inimemerlukan suatu usaha.
Intuisi bersifat personal dan tidak bias diramalkan. Sebagai dasar untuk menysun pengetahuan secara teratur, intuisi tidsk diandlkan. Pengetahuan ini dapat dipergunakan seagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yag dikemukakan. Kegiatan intuisi dan analisis bisa saling membantu dalam menemukan kebenaran.
Kemampuan menerima pengetahuan secara langsuna itu diperoleh dengan cara latihan, yang dalam Islam disebut rhyyadhoh. Metode ini dipakai dalam toriqoh atau tasawuf. Adapun perbedaan antara intuisidalam filsafat barat dengan makrifat dalam islam adalahalau intuisi diperoleh lewat perenungan dan pemikiran yang konsisten, sedangkan dalam islammakrifat diperoleh lewat perenumgan dan penyiaran dari Tuhan. Pengetahuan ini dapadianggap sebagai sumber pengetahuan.
d.      Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan Allah kepada manusia lewat perantara para nabi. Pengetahuan dengan jalan ini merupakan kekhususan para nabi. Akal menyakinkan bahwa kebanaran meraka benar berasal dari Tuhan.  Kebenaran inlah yang menjadi titik tolak dalam agama dan lewat pengkajian selanjunya dapat meningkatan atau menurunkan kepercayaan itu. Sedangkan ilmu pengetahuan sebaliknya, yaitu mulai mengkaji dengan riset, pengalaman, dan percobaan untuk sampai sampai pada kebenaran yang faktul.

C.    Filsafat Pendidikan Islam
      Filsafat Pendidikan Islam mengandung 3 (tiga) komponen kata, yaitu filsafat, pendidikan dan Islam. Untuk memahami pengertian Filsafat Pendidikan Islam akan lebih baik jika dimulai dari memahami makna masing-masing komponen kata untuk selanjutnya secara menyeluruh dari keterpaduan ketiga kata tadi dengan kerangka pikir sebagai berikut:[7]
      Filsafat menurut Sutan Zanti Arbi (1988) berasal dari kata benda Yunani Kuno philosophia yang secara harpiah bermakna “kecintaan akan kearifan”.makna kearifan melebihi pengetahuan, karena kearifan mengharuskan adanya pengetahuan dan dalam kearifan terdapat ketajaman dan kedalaman. Sedangkan John S. Brubacher (1962) berpendapat filsafat dari kata Yunani filos dan sofia yang berarti “cinta kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan”.
Berdasarkan pemikiran dan bahasan di atas, maka Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu aktifitas befikir menyeluruh dan mendalam dalam rangka merumuskan konsep, menyelenggarakan dan/atau mengatasi berbagai problem Pendidikan Islam dengan mengkaji kandungan makna dan nilai-nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dari sisi lain, Filsafat Pendidikan Islam diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji secara menyeluruh dan mendalam kandungan makna dan nilai-nilai al-Qur’an/al-Hadis guna merumuskan konsep dasar penyelenggaraan bimbingan, arahan dan pembinaan peserta didik agar menjadi manusia dewasa sesuai tuntunan ajaran islam
Menurut Zuhairini, dkk (1955) Filsafat Pendidikan Islam adalah studi tentang pandangan filosofis dan sistem dan aliran filsafat dalam islam terhadap masalah-masalah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia muslim dan umat islam. Selain itu Filsafat Pendidikan Islam mereka artikan pula sebagai penggunaan dan penerapan metode dan sistem Filsafat Pendidikan Islam dalam memecahkan problematika pendidikan umat islam yang selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat Islam.[8]
Sedangkan Abuddin Nata (1997) mendefinisikan Filsafat Pendidikan Islam sebagai suatu kajian filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadis sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli khususnya filosof muslim sebagai sumber sekunder. Selain itu, Filsafat Pendidikan Islam dikatakan Abuddin Nata suatu upaya menggunakan jasa filosofis, yakni berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia (anak didik), guru, kurikulum, metode dan lingkungan dengan menggunakan al-Qur’an dan al-Hadis sebagai dasar acuannya.
Tanpa mempersoalkan apakah Filsafat Pendidikan Islam itu sebagai aktifitas berfikir mendalam, menyeluruh dan spekulatif atau ilmu pengetahuan yang melakukan kajian menyeluruh, mendalam dan spekulatif mengenai masalah-masalah pendidikan dari sumber wahyu Allah, baik al-Qur’an maupun al-Hadis, paling tidak terdapat 2 hal pokok yang patut diperhatikan dari Filsafat Pendidikan Islam :
1.      Kajian menyeluruh, mendalam dan spekulatif terhadap kandungan al-Qur’an/al-Hadis dalam rangka merumuskan konsep dasar pendidikan islam. Artinya, Filsafat Pendidikan Islam memberikan jawaban bagaimana pendidikan dapat dilaksanakan sesuai sengan tuntunan nilai-nilai Islam. Misalnya saja ketika muncul pertanyaan bagaimana aplikasi pendidikan Islam menghadapi peluang dan tantangan millenium II, maka Filsafat Pendidikan Islam melakukan kajian mendalam dan menyeluruh, sehingga melahirkan konsep pendidikan islam yang akan diaktualisasikan di era millenium III.
2.      Kajian menyeluruh, mendalam dan spekulatif dalam rangka mengatasi berbagai probelam yang dihadapi pendidikan islam. Misalnya ketika suatu konsep pendidikan islam diterapkan dan ternyata dihadapkan kepada berbagai problema, maka ketika itu dilakukan kajian untuk mengatasi berbagi problema tadi. Aktivitas melakukan kajian menghasilkan konsep dan prilaku mengatasi problem pendidikan islam  tersebut merupakan makna dari Filsafat Pendidikan Islam.[9]
      Sebenarnya antara kajian mendalam, menyeluruh dan spekulatif merumuskan konsep dasar pendidikan islam dengan pikiran mengatasi problematika pendidikan Islam sulit untuk dapat dipisahkan secara tegas, sebab ketika suatu problem pendidikan islamdipecahkan melalui hasil sebuah kajian mendasar menyeluruh,  maka hasil tersebut sesungguhnya menjadi konsep dasar pelaksanaan pendidikan islam selanjutnya. Sebaliknya ketika suatu rumusan pemikiran pendidikan islam dibuat, misalnya konsep pendidikan di era globalisasi yang penuh persaingan kualitatif maka sebetulnya konsep yang dihasilkan tadi merupakan antisipatif menghadapi problem pendidikan islam di era millenium III yang di tandai globalisasi informasi dan persaingan kualitatif
Perpaduan antara agama dan akal fikiran membuat kita untuk menjelaskan persoalan khusus (misalnya tentang universalisme), pemikiran pengakuan, dan menjawab keberatan-keberatan utama yang ditujukan pada solusi Aristotealismenya, yaitu dengan menyempurnakan metode skolastiknya


D.    Jenis-jenis Filsafat Pendidikan Islam
      Pemikiran dan kajian tentang Filsafat Pendidikan Islam menyangkut 3 hal pokok, yaitu: penelaahan tentang filsafat, pendidikan dan penelaahan tentang islam. Karena itu, setiap orang yang berminat dan menerjunkan diri dalam dunia Filsafat Pendidikan Islam seharusnya memahami dan memiliki modal dasar tentang filsafat, pendidikan dan Islam.[10]
      Kajian dan pemikiran mengenai pendidikan pada dasarnya menyangkut aspek yang sangat luas dan menyeluruh bahkan seluruh aspek kebutuhan dan/atau kehidupan umat manusia, khususnya umat islam. Ketika dilakukan kajian dan dirumuskan pemikiran mengenai tujuan Pendidikan Islam, maka tidak dapat dilepaskan dari tujuan hidup umat manusia. Karena tujuan pendidikan Islam pada hakekatnya dalam rangka mencapai tujuan hidup umat manusia, sehingga esensi dasar tujuan pendidikan islam sebetulnya sama dengan tujuan hidup umat manusia. Menurut Ahmad D. Marimba (1989) sesungguhnya tujuan pendidikan islam identik dengan tujuan hidup setiap muslim
      Sebagai contoh, firman Allahh dalam surah Ali Imran (3) ayat 102
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ 
  “hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan ketaqwaan yang sempurna dan janganlah kamu mati, melainkan dalam keadaan muslim”.
      Ayat ini menggambarkan tujuan hidup umat manusia Islam yang harus mencapai derajat ketaqwaan, di mana ketaqwaan itu harus senantiasa melekat dalam kehidupan umat manusia hingga akhir hayatnya. Filsafat Pendidikan Islam merumuskan tujuan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan hidup umat manusia. Bila tujuan hidup umat islam untuk mencapai derajat ketaqwaan yang sempurna sebagaimana disebutkan di atas, maka tujuan pendidikan islam yang dirumuskan Filsafat Pendidikan Islam tentu pembinaan peserta/anak didik rangka menjadi manusia muttaqin. Dengan demikian, mewujudkan ketaqwaan dalam diri setiap individu umat islam guna mencapai posisi manusia muttaqin selain menjadi tujuan hidup setiap muslim sekaligus pula menjadi tujuan akhir pendidikan Islam
      Dari beberapa uraian tadi dapat diketengahkan bahwa pada dasarnya ruang lingkup kajian Filsafat Pendidikan Islam bertumpu pada pendidikan islam itu sendiri, baik menyangkut rumusan/konsep dasar pelaksanaan maupun rumusan pikiran antisipatif mengatasi problematika yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan Islam.[11]
      Dimana arah dan ruang lingkup Filsafat Pendidikan Islam mempunyai dua orientasi; objektif teoritis dan objektif praktis. Orientasi pertama menghendaki penelitian agama agar bersifat murni dan teoritis melalui bidang-bidang berikut
1.       Tradisi agama yang mencakup sumber-sumber ajaran agama yang diyakini sebagai sumber kebenaran abadi.
2.       Bidang yang mencakup dasar-dasar eksistensi agama yang dapat dilakukan dengan pendekatan teologis
3.      Bidang yang menyangkut prilaku kegamaan dan aturan-aturan agama yang mengatur bagaimana pemeluk agama harus berrilaku sesuai dengan ajaran agamanya.
4.      Bidang eksperimen atau pengalaman keagamaan, baik pengalaman pribadi maupun masyarakat penganut agama
      Dengan adanya pendidikan ini maka dapat diketahui bakat dan kemampuan anak-anak didik, sehingga bakat dan kemampuan tersebut dapat di bina dan dikembangkan. Dan menjadi tugas seorang pendidik utnuk membntu anak didik untuk mengetahui bakat dan kemampuannya. Di samping itu, pendidik juga berkewajiban untuk menemukan kesulitan-kesulitan yang membatasi perkembangan potensinya serta membantu menghilangkan hambatan itu untuk mencapai kemajuan anak didik
      Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan fikiran kefilsafatan tentang pendidikan terutama pendidikan islam, kiranya perlu di ikuti pola dan sistem pemikiran dan kefilsafatan pada umumnya.
      Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah sebagai berikut.
1.      Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti bahwa cara berfikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian yang lainnya saling berhubungan secara bulat dan terpadu.
2.      Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan-persoalan sampai ke akar-akarnya.
3.      Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang difikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tignkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik di masa sekarang maupun di masa mendatang.
4.      Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif , artinya pemikiran yang tidak di dasari pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), tetapi mengandung nilai-nilai objektif, oleh karena permasalahannya adalah suatu realitas (kenyaaan) yang ada pada objek yang difikirnkannya[12]

E.     Usaha Filsafat Pendidikan Islam
      Pandangan filsafat pendidikan sama pernaannya dengan landasan filosofis yang menjiwai seluruk kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat kaitan yang sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut Ilmu pengetahuan lebih menekankan kepada pengalaman keindahan dari pada penggunaan pemikiran sebagai dari pada pengalaman. Menurut Plato hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan adalah :
  1. Ilmu pengetahuan lahir dari persamaan dan perbedaan filsafat, sedangkan filsafat adalah ibu dan ilmu pendidikan.
  2. Ilmu pengetahuan lebih bersifat analisis, sedangkan filsafat bersifat sinopsis.
  3. Ilmu pengetahuan mengemukakan fakta-fakta untuk melukiskan objeknya, sedangkan filsafat selain menekankan pada keadaan sebenarnya dan objek juga bagaimana seharusnya objek itu.
  4. Ilmu pengetahuan memulai sesuatu dengan memakai asumsi-asumsi sedangkan filsafat memeriksa dan meragukan segala asumsi.
  5. Ilmu pengetahuan di warnai oleh penggunaan metode eksperimen, terkontrol cara kerjanya, sedangkan filsafat menggunakan ilmu pengetahuan.
Perbedaan filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut
1.      Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan objeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja
2.      Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendidikan atau pemahaman yang lebih mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam
3.      Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan mengkoordinasikannya
4.      Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut pandangannya berlainan
      Brubacher (1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan, dalam hal ini pendidikan : bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan.
 Filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan. Sedangkan filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pada hakekatnya jawab dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam lapangan pendidikan dengan sendirinya filsafat pendidikan ini hakekatnya adalah penerapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.[13]








BAB III
PENUTUP



A.    Kesimpulan
Menurut Mustofa Abdur Razik pemakaian kata filsafat di kalangan umat Islam adalah kata hikmah. Sehingga kata hakim ditempatkan pada kata failusuf atau hukum Al-Islam (hakim-hakim Islam) sama dengan falasifatul Islam (failasuf-failasuf Islam). Kemudian ahli tafsir mengatakan bahwa hikmah adalah ilmu yang berhubungan dengan rahasila-rahasia yang kokoh dan rapi.
Asas falsafah yang dipelopori oleh para ilmuwan Islam, berdasarkan ajaran Islam bertujuan untuk meningkatkan keyakinan dan ketakwaan umat Islam. Berbeda dengan falsafah Yunani yang lebih tertumpu kepada pencarian kebenaran berlandaskan pemikiran dan logika semata-mata
Aliran falsafah pada zaman Islam tidak sekadar membataskan perbicaraan kepada persoalan yang berkaitan dengan metafizika ketuhanan dan kejadian alam. Tetapi juga meliputi perbincangan yang berkaitan dengan nilai-nilai akhlak, masyarakat, dan kemanusiaan. Walaupun ahli falsafah pernah dicap oleh Imam Al-Ghazali sebagai golongan yang sesat lagi menyesatkan


B.     Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang








DAFTAR PUSTAKA
.

Whitehead Alfred Nord. 2009. Filsafat Proses.Kreasi Wacana. Bantul

Acmadi Asmoro. 2012. Filsafat Ilmu. PT.Praja Grafindo Persada. Jakarta

Hamersma Hari. 2008. Pintu Masuk Ke Dunia Filsafat. Kansius. Yogyakarta

Nasution, Harun, Falsafat dan Misticisme dalam Islam, Jakarta,Universitas Indonesia, 1993

Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama

Sudarsono. 2004. Filsafat Islam. Jakarta: Rineka Cipta

Maksum ali. 2011. Pengantar Filsafat. Jogyakarta. AR-Ruzz Media

Zar, Sirajiddin. 2007. Filsafat Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.






[1] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta : Rajawali Press, 2010), 155.

[2] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta : Rajawali Press, 2010), 155.
[3] Soetriono dan Rita Hanafi, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian (Yogyakarta: ANDI, 2007), 101-102.
[4] Soetriono dan Rita Hanafi, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian (Yogyakarta: ANDI, 2007), 101-102.
[5] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta : Rajawali Press, 2010), 155.

[6] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta : Rajawali Press, 2010), 155.

[7] Nasution, Harun, Falsafat dan Misticisme dalam Islam, Jakarta,Universitas Indonesia, 1993, hal 21
[8] Musthafa. 2007. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia, hal 89
[9] Musthafa. 2007. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia, hal 99
[10] Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, hal 23
[11] Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, hal 99
[12] Sudarsono. 2004. Filsafat Islam. Jakarta: Rineka Cipta, hal 21
[13] Zar, Sirajiddin. 2007. Filsafat Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Hal 89

No comments:

Post a Comment