BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam mengakui betapa pentingnya
pendidikan. Ayat yang pertama turun adalah perintah untuk membaca dalam surat
Al-Alaq ayat 1. Itu menunjukkan pentingnya belajar dan pendidikan dalam
kehidupan manusia.
Dalam beribadah
pun, ilmu pengetahuan sangat penting. Karena ibadah yang tepat didasarkan pada
ilmu pengetahuan yang cukup baik mengenai tata cara ibadah itu
sendiri maupun aqidah dalam peribadatan itu sendiri.
Ada dua
kelompok teori pendidikan sekarang, yaitu teori pendidikan barat,
(ini disebut modern) dan teori pendidikan Islam yaitu berdasarkan Quran dan
Hadits. Namun ternyata pengelola sekolah Islam sendiri belum benar-benar
menyintesiskan kedua teori ini. Kita lihat untuk meningkatkan mutu pembelajaran,
kebanyakan orang Islam menggunakan teori barat.
Lebih
sering lagi kita lihat, banyak sekolah Kristen yang maju. Sementara siswa
ber-KTP Islam malah bobrok akhlaknya. Mengapa bias teprjadi hal demikian?
Bagaimana sebenarnya pendidikan dalam perspektif Islam sendiri?
Padahal
pendidikan Islam mampu bersaing dengan teori pendidikan manapun. Jika saja
teori yang digunakan betul-betul mengadaptasi pendidikan Islam, dengan
dilaksanakan secara jujur, Insya allah Fungsi
Pendidikan Islam akan cepat tercapai yaitu membentuk siswa yang taqwa.
Untuk
itulah makalah ini disusun. Dalam makalah ini diuraikan definisi
pendidikan Islam, pendidikan dalam perspektif Islam, sampai kurikulum menurut
Islam.
Peningkatan
mutu pendidikan dirasakan sebagai suatu kebutuhan bangsa yang ingin maju.
Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang bermutu dapat menunjang pembangunan
disegala bidang. Oleh sebab itu perlu adanya pemahaman tentang dasar dan
Fungsi Pendidikan secara mendalam.
Apabila kita telah memamahami dasar dan tujuan penulis yakin bahwa kita bisa
memajukan pendidikan secara nasional.
Fungsi Pendidikan merupakan masalah yang fundamental
dalam pelaksanaan pendidikan, karena dasar pendidikan itu akan menentukan corak
dan isi pendidikan. Fungsi Pendidikan
itupun akan menentukan kearah mana anak didik akan dibawa. Untuk itu maka kita
harus benar benar memahami apa saja dasar pendidikan dan tujuan yang nantinya
bisa dicapai.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian
Filsafat Pendidikan
Islam ?
2.
Bagaimana Sumber Filsafat Pendidikan Islam?
3.
Bagaimana Jenis-jenis Filsafat Islam?
4.
Bagaimana Usaha Filsafat Pendidikan Islam?
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk
mengetahui Apa Pengertian Filsafat islam.
2.
Untuk
mengetahui Bagaimana Sumber Filsafat Pendidikan Islam
3.
Untuk
mengetahui Jenis-jenis Filsafat Islam.
4.
Untuk
mengetahui Usaha Filsafat Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat
secara harfiah berasal kata Philo berarti cinta, Sophos berarti ilmu atau
hikmah, jadi filsafat secara istilah berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Pengertian dari teori lain menyatakan kata Arab falsafah dari bahasa Yunani, philosophia: philos berarti cinta (loving),
Sophia berarti pengetahuan atau hikmah (wisdom), jadi Philosophia berarti cinta
kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Pelaku filsafat berarti
filosof, berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat dapat dikatakan sebagai
pelaku aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai
sasaran utamanya. Ariestoteles (filosof Yunani kuno) mengatakan filsafat
memperhatikan seluruh pengetahuan, kadang-kadang disamakan dengan pengetahuan
tentang wujud (ontologi). Adapun pengertian filsafat mengalami perkembangan
sesuai era yang berkembang pula. Pada abad modern (Herbert) filsafat berarti
suatu pekerjaan yang timbul dari pemikiran. Terbagi atas 3 bagian: logika,
metafisika dan estetika (termasuk di dalamnya etika). [1]
Pendidikan secara harfiah berasal kata
didik, yang mendapat awalan pen akhiran an. berarti perbuatan (hal, cara dan
sebagainya) mendidik. Kata lain ditemukan peng(ajar)an berarti cara (perbuatan
dan sebagainya) mengajar atau mengejarkan. Kata lain yang serumpun adalah
mengajar berarti memberi pengetahuan atau pelajaran. Kata pendidikan berarti
education (inggris), kata pengajaran berarti teaching (inggris). Pengertian dalam
bahasa Arab kata pendidikan (Tarbiyah) – pengajaran (Ta’lim) yang berasal dari
‘allama dan rabba. Dalam hal ini kata tarbiyyah lebih luas konotasinya yang
berarti memelihara, membesarkan, medidik sekaligus bermakna mengajar (‘allama).
Terdapat pula kata ta’dib yang ada hubungannya dengan kata adab yang berarti
susunan.
Dari
segi bahasa Arab kata Islam dari salima (kemudian menjadi aslama), kata Islam
berasal dari isim masdar (infinitif) yang berarti berserah diri, selamat
sentosa atau memelihara diri dalam keadaan selamat. Yakni dengan sikap
seseorang untuk taat, patuh, tunduk dengan ikhlas dan berserah diri kepada
Allah SWT;
sebagaimana seseorang bias disebut Muslim. Selanjutnya Allah SWT memakai kata Islam
sebagai nama salah satu agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan-Nya kepada
manusia melalui Muhammad SAW (sebagai Rasul-Nya). Sebagai agama
Islam diakui memiliki ajaran yang komprehensif (al-Qur’an) dibandingkan dengan agama-agama lain yang
pernah diturunkan Tuhan sebelumnya.
Setelah
dijelaskan satu persatu yang tersebut di atas, diyakini belum dijelaskan secara
lebih khusus mengenai apa itu filsafat pendidikan Islam?
Pendapat
para ahli yang mencoba merumuskan pengertian filsafat pendidikan Islam, Muzayyin
Arifin mengatakan pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan
yang bersumberkan atau berlandaskan pada ajaran-ajaran agama Islam tentang
hakekat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing
menjadi manusia (Muslim) yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam.
Secara sistematikanya menyangkut subyek-obyek pendidikan, kurikulum, metode,
lingkungan, guru dan sebagainya. Mengenai dasar-dasar filsafat yang meliputi
pemikiran radikal dan universal menurut Ahmad D Marimba mengatakan bahwa
filsafat pendidikan Islam bukanlah filsafat pendidikan tanpa batas. Adapun
komentar mengenai radikal dan universal bukan berarti tanpa batas, tidak ada di
dunia ini yang disebut tanpa batas, dan bukankah dengan menyatakan sesuatu itu
tanpa batas, kita telah membatasi sesuatu itu. Dalam artian, apabila seorang
Islam yang telah meyakini isi keimanannya, akan mengetahui di mana batas-batas
pikiran (akal) dapat dipergunakan.
Dari
uraian di atas kiranya dapat kita ketahui bahwa filsafat pendidikan Islam
merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat
dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits sebagai
sumber primer, serta pendapat para ahli (khususnya para filosof Muslim) sebagai
sumber skunder. [2]
B.
Sumber
Filsafat Pendidikan Islam
Eksistensi manusia sangat dibatasi oleh
waktu, ruang, dan syarat-syarat lain yang dibawa secara kodrati. Manusia tidak
dapat hadir dalam 2 tempat yang agak berjauhan. Peristiwa-peristiwa penting
yang terjadi di tempat lain tidak dapat kita saksikan secara langsung karena
kondisi tertentu yang menghalang-halangi kita.
Akan tetapi dengan cara-cara tertentu manusia
dapat melampaui batas ruang, waktu, dan sarat-sarat yang lainnya. Manusia mulai
mendengarkan berita-berita, mengumpulkan informasi-informasi dan memeriksa
data-data yang terkumpul dari peristiwa yang tidak ia alami sendiri. Dan
peristiwa yang ia alami sendiri ia himpun, renungkan, olah dan ia simpulkan
menjadi pengetahuan yang makin tepat dan mantap. Proses terbentuknya
pengetahuan yang dimiliki manusia diperoleh dengan 2 cara pendekatan yaitu apriori (intern) dan aposteriori (ekstern). [3]
Sumber
pengetahuan yang dibangun berdasarkan logika deduktif dan induktif adalah suatu
proses penalaran yang dibangun berdasarkan premis-premis yang berupa
pengetahuan yang benar. Menurut Mundiri (2001) pengetahuan adalah hasil dari
aktivitas mengetahui, yaitu tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa
sehingga tidak ada keraguan padanya. Benar menurut Jujun S Suriasumantri (1988)
adalah pernyataan tanpa ragu. Artinya ketidak raguan adalah syarat mutlak bagi
seseorang untuk dapat dikatakan mengetahui. Mengetahui dapat diartikan sebagai
segala sesuatu yang dapat kita tangkap di dalam jiwa baik benda ataupun peristiwa
atau sifat yang menyertai benda-benda tersebut.
Ada 2
sumber utama yang perlu diketahui oleh setipa manusia yaitu berdasarkan rasio
dan pengalaman manusia. Pengetahuan yang diperoleh melaui rasio kebenarannnya
berdasarkan pada kebenaran pikiran semata (rasionalisme). Sebaliknya sumber
pengetahuan diperoleh berdasarkan pengalaman, atau kebenaran pengetahuan hanya
didasarkan pada fakta yang ada di lapangan( empirisme).
Kaum
rasionalisme memperoleh pengetahuan dengan menggunakan penalaran sedangkan
logika yang digunakan adalah logika deduktif .premis premis yang digunakan
diperolh melalui ide ide yang dasarnya jelas dan dapat diterima .
Permasalahan
utama yang dialami oleh kaum rasionalis adalah penilaian terhadap kebenaran
premis premis yang digunakan untuk penalaran deduktif karena premis yang
digunakan bersumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak dan terbebas
dari pengalaman , maka penilaian semacam ini tidak bisa dilakukan .
Bagi
kaum empiris pengetahauan manusia dapat diperoleh bukan dari penalaran yang
bersifat rasional danj abstrak namun dari pengalaman yang kongkrit . Masalah
utama yanmg muncul adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan cenderung
untuk menjadi kumpulan fakta tersebut belum tentu bersifat konsisten dan
mungkintrdapat hal hal yang bersifat kontradiktif .
Perbedaan
antara kaum rasionalisme dan kaum logika adalah kaum rasionalisme untuk dapat
memperoleh pengetahuan diperoleh dengan menggunakan penalaran, sedangkan kaum
logika menggunakan logika deduktif. Premis yang digunakan dalam proses
penalaran diperoleh melalui ide yang menurut anggapan dasarnya jelas dan dapat
diterima.
Kaum
rasionalis menganggap masalah utama yang dihadapi adalah mengenai penilaian
terhadap kebenaran premis yang digunakan untuk penalaran deduktif. Karena
premis yang digunakan bersumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak
dan terbebas dari pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari pemikiran
rasional cenderung bersifat solibisistik (hanya benar dalam kerangka pikiiran
tertentu yang berbeda dalam benak orang yang berfikir tersebut dan
bersifat subyektif.
Kaum
empiris, menurutnya pengetahuan manusia dapat diperoleh bukan dari penalaran
yang bersifat rasional dan abstrak, namun diperoleh dari pengalaman yang
kongkrit. Karena kaum empiris beranggapan bahwa gejala alamiah yang terjadi
dimuka bumi ini bersifat kongkrit dan dapat dinyatakan melalui panca indera
manusia. Selanjutnya adalah mengenai menggunakan penalaran induktif, kaum ini
menyebutkan dengan menggunakan nalar induktif maka dapat disusun pengetahuan
yang berlaku secara umum melalui pengamatan terhadap gejala fisik yang bersifat
individual, sedangkan masalah yang muncul dalam menyusun pengetahuan secara
empiris ini adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi
kumpulan fakta, yang kumpulan fakta tersebut belum tentu bersifat konsisten dan
kontradiktif.
Intuisi
dan wahyu merupakan cara lain yang digunakan untuk mencari sumber pengetahuan
selain menggunakan rasionalisme dan empirisme. Intuisi merupakan kegiatan
berfikir untuk mendapatkan pengetahuan tanpa melalui proses penalaran tertentu,
Intuisi tidak dapat diandalkan karena bersifat personal dan tidak bisa
diramalkan akan tetapi pengetahuan intuisif dapat dipergunakan sebagai
hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan
yang dikemukakan. Menurut Maslow dalam Jujun (1988) intuisi merupakan
pengalaman puncak atau peakeksperience.
Sedangkan,
wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan Tuhan kepada manusia yang
disalurkan melalui nabi yang diutus-Nya sepanjang jaman. Pengetahuan ini
didasarkan pada kepercayaan akan hal-hal ghaib atau supranatural. Kepercayaan
kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahun, Kepercayaan kepada nabi
merupakan utusan Tuhan, dan kepercayaan kepada wahyu sebagai cara penyampaian,
merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini.Kepercayaan merupakan titik
tolak dalam agama, suatu pengetahuan harus dipercaya sebelum dapat diterima.
Dengan demikian dapat diikatakan bahwa agama mulai dengan rasa percaya dan lewat
pengkajian selanjutnya kepercayaan itu dapat meningkat atau menurun, sebaliknya
pengetahuan yang disebut ilmu berawal dari rasa tidak percaya. Dan setelah
melalui proses pengkajian secara ilmiah kita bisa diyakinkan atau tetap pada
pendirian kita semula.
Semua mengakui memiliki pengetahuan.
Persoalannya pengetahuan itu dimana diperoleh atau lewat apa pengetahuan
didapat. Bagaimana caranya untuk mendapatkan pengetahuan atau darimana
sumbar pengetahuan, dan pengatahuan apa yang kita peroleh? Dalam hal ini ada
beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan .[4]
a.
Empirisme
Empiris
berasal dari bahasa Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini
manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya, Dan pengalaman
indrawinya. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukanlah pengetahuan
yang benar, jadi pengalaman indera inilah sumber pengetahuan yang benar. Sumber
pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal yaitu
kesan-kesandan pengertian ( ide-ide) yang dimaksud dengan kesan-kesan adalah
pengamatan langsung yang dapat diterima dar pengalaman. Seperti rasa
sakit ketika tangan terbakar. Dan ide-ide adalah gambaran tentangpengamatan
yang samar-samar dihasilkan dengan merenungkan kembali kesan-kesan yang
diterima dari pengalaman. Dan dapat disusun suatu pengetahuan yang berlaku
secara umu lewat pengamatan terhadap gejala gejala fisik yang bersifat
indifidual. Jadi dalam empiris , sumber utama untuk memperoleh pengetahuan
adalah data empiris yang diperoleh panca indera. Akal tidak berfungsi
banyak . kelemahan paham empirisme:[5]
1. Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan
kecil, apakah ia benar-banar kacil? Ternyata tidak .
2. Indera menipu, pada orang yang sakit orang
tidak bias merasakan gula, gula terasa pahit, dan udara terasa dingin.
3. Obyek menipu, contohnya fatamorgana dan
ilusi, jadi obyek itu tidak sebagaimana ia ditangkap oleh indera, ia membohongi
indera.
4. Berasal dari indera dan obyek sekaigus dalam
hal ini indera 9 mata ) tidak mampu elihat seekr kerbau secara keseluruhan ,
dan kerbau tidak bias memperlihatkan badannya secara keseluruhan.
b.
Rasionalisme
Aliran
ini menyatakan bahwa akal adalah dasar dari kepastian pengetahuan. Pengetahuan
yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan
melalui kegiatan menangkap objek. Akal selain bekerja karena ada bahan indera ,
juga akal dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak berdasarkan bahan inderawi
saja. Jadi akal menghasilkan pengetahuan tentang objek yang betul-betul
abstrak. [6]
Tetapi
rasionalisme mempunyai kelamahan akan kebenaran dari suatu ide yang menurut
seseorang adalah jelas dan dapat dipercaya tetapi menurut orang lain tidak .
jadi masalah utamanya adalah tidak mampu menyelesaikan premis-premis yang
sifatnya induktif. Yaitu sifat yang diluar sifat umum dari suatu obyek.
Namun
hadirnya paham empirisme dan rasionalisme menghasilkan paham positivism (sain )
oleh august comte dan Immanuel kant. August comte beagumen bahwa indera itu
amat penting dalam memperoleh ilmu pengetahuan , tetapi harus dipertajam dengan
alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indra dapat dikoreksi
engan eksperimendan eksperimen itu memerlukan ukuran-ukuran yang jelas seperti
panas diukur dengan alat ukur panas. Kita tidak hanya mengatakan panas sekali,
panas, tidak panas, kita memerlukan alat ukur yang teliti. Dari sinilah
kemajuan sain benar-benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dangan
didukung dengan bukti-bukti empiris yang terukur.
c.
Intuisi
Menurut
Henry Bergson intuisi adalah hasil evolusi pemahaman yang tinggi. Kemampuan ini
mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasan.
Pengembangan kemampuan inimemerlukan suatu usaha.
Intuisi
bersifat personal dan tidak bias diramalkan. Sebagai dasar untuk menysun
pengetahuan secara teratur, intuisi tidsk diandlkan. Pengetahuan ini dapat
dipergunakan seagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar
tidaknya pernyataan yag dikemukakan. Kegiatan intuisi dan analisis bisa saling
membantu dalam menemukan kebenaran.
Kemampuan
menerima pengetahuan secara langsuna itu diperoleh dengan cara latihan, yang
dalam Islam disebut rhyyadhoh. Metode ini dipakai dalam toriqoh atau tasawuf.
Adapun perbedaan antara intuisidalam filsafat barat dengan makrifat dalam islam
adalahalau intuisi diperoleh lewat perenungan dan pemikiran yang konsisten,
sedangkan dalam islammakrifat diperoleh lewat perenumgan dan penyiaran dari
Tuhan. Pengetahuan ini dapadianggap sebagai sumber pengetahuan.
d.
Wahyu
Wahyu
adalah pengetahuan yang disampaikan Allah kepada manusia lewat perantara para
nabi. Pengetahuan dengan jalan ini merupakan kekhususan para nabi. Akal
menyakinkan bahwa kebanaran meraka benar berasal dari Tuhan. Kebenaran
inlah yang menjadi titik tolak dalam agama dan lewat pengkajian selanjunya
dapat meningkatan atau menurunkan kepercayaan itu. Sedangkan ilmu pengetahuan
sebaliknya, yaitu mulai mengkaji dengan riset, pengalaman, dan percobaan untuk
sampai sampai pada kebenaran yang faktul.
C. Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat
Pendidikan Islam mengandung 3 (tiga) komponen kata, yaitu filsafat, pendidikan
dan Islam. Untuk memahami pengertian Filsafat Pendidikan Islam akan lebih baik
jika dimulai dari memahami makna masing-masing komponen kata untuk selanjutnya
secara menyeluruh dari keterpaduan ketiga kata tadi dengan kerangka pikir
sebagai berikut:[7]
Filsafat
menurut Sutan Zanti Arbi (1988) berasal dari kata benda Yunani Kuno philosophia
yang secara harpiah bermakna “kecintaan akan kearifan”.makna kearifan melebihi
pengetahuan, karena kearifan mengharuskan adanya pengetahuan dan dalam kearifan
terdapat ketajaman dan kedalaman. Sedangkan John S. Brubacher (1962)
berpendapat filsafat dari kata Yunani filos dan sofia yang berarti “cinta
kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan”.
Berdasarkan
pemikiran dan bahasan di atas, maka Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu
aktifitas befikir menyeluruh dan mendalam dalam rangka merumuskan konsep,
menyelenggarakan dan/atau mengatasi berbagai problem Pendidikan Islam dengan
mengkaji kandungan makna dan nilai-nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dari
sisi lain, Filsafat Pendidikan Islam diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mengkaji secara menyeluruh dan mendalam kandungan makna dan nilai-nilai
al-Qur’an/al-Hadis guna merumuskan konsep dasar penyelenggaraan bimbingan,
arahan dan pembinaan peserta didik agar menjadi manusia dewasa sesuai tuntunan
ajaran islam
Menurut
Zuhairini, dkk (1955) Filsafat Pendidikan Islam adalah studi tentang pandangan
filosofis dan sistem dan aliran filsafat dalam islam terhadap masalah-masalah
kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan
manusia muslim dan umat islam. Selain itu Filsafat Pendidikan Islam mereka
artikan pula sebagai penggunaan dan penerapan metode dan sistem Filsafat
Pendidikan Islam dalam memecahkan problematika pendidikan umat islam yang
selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan
pendidikan umat Islam.[8]
Sedangkan
Abuddin Nata (1997) mendefinisikan Filsafat Pendidikan Islam sebagai suatu
kajian filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadis sebagai sumber primer,
dan pendapat para ahli khususnya filosof muslim sebagai sumber sekunder. Selain
itu, Filsafat Pendidikan Islam dikatakan Abuddin Nata suatu upaya menggunakan
jasa filosofis, yakni berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan
universal tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia (anak
didik), guru, kurikulum, metode dan lingkungan dengan menggunakan al-Qur’an dan
al-Hadis sebagai dasar acuannya.
Tanpa
mempersoalkan apakah Filsafat Pendidikan Islam itu sebagai aktifitas berfikir
mendalam, menyeluruh dan spekulatif atau ilmu pengetahuan yang melakukan kajian
menyeluruh, mendalam dan spekulatif mengenai masalah-masalah pendidikan dari
sumber wahyu Allah, baik al-Qur’an maupun al-Hadis, paling tidak terdapat 2 hal
pokok yang patut diperhatikan dari Filsafat Pendidikan Islam :
1.
Kajian
menyeluruh, mendalam dan spekulatif terhadap kandungan al-Qur’an/al-Hadis dalam
rangka merumuskan konsep dasar pendidikan islam. Artinya, Filsafat Pendidikan
Islam memberikan jawaban bagaimana pendidikan dapat dilaksanakan sesuai sengan
tuntunan nilai-nilai Islam. Misalnya saja ketika muncul pertanyaan bagaimana
aplikasi pendidikan Islam menghadapi peluang dan tantangan millenium II, maka Filsafat
Pendidikan Islam melakukan kajian mendalam dan menyeluruh, sehingga melahirkan
konsep pendidikan islam yang akan diaktualisasikan di era millenium III.
2.
Kajian
menyeluruh, mendalam dan spekulatif dalam rangka mengatasi berbagai probelam
yang dihadapi pendidikan islam. Misalnya ketika suatu konsep pendidikan islam
diterapkan dan ternyata dihadapkan kepada berbagai problema, maka ketika itu
dilakukan kajian untuk mengatasi berbagi problema tadi. Aktivitas melakukan
kajian menghasilkan konsep dan prilaku mengatasi problem pendidikan islam
tersebut merupakan makna dari Filsafat Pendidikan Islam.[9]
Sebenarnya
antara kajian mendalam, menyeluruh dan spekulatif merumuskan konsep dasar
pendidikan islam dengan pikiran mengatasi problematika pendidikan Islam sulit
untuk dapat dipisahkan secara tegas, sebab ketika suatu problem pendidikan
islamdipecahkan melalui hasil sebuah kajian mendasar menyeluruh, maka
hasil tersebut sesungguhnya menjadi konsep dasar pelaksanaan pendidikan islam
selanjutnya. Sebaliknya ketika suatu rumusan pemikiran pendidikan islam dibuat,
misalnya konsep pendidikan di era globalisasi yang penuh persaingan kualitatif
maka sebetulnya konsep yang dihasilkan tadi merupakan antisipatif menghadapi
problem pendidikan islam di era millenium III yang di tandai globalisasi
informasi dan persaingan kualitatif
Perpaduan antara agama dan akal fikiran membuat kita untuk menjelaskan persoalan khusus (misalnya tentang universalisme), pemikiran pengakuan, dan menjawab keberatan-keberatan utama yang ditujukan pada solusi Aristotealismenya, yaitu dengan menyempurnakan metode skolastiknya
Perpaduan antara agama dan akal fikiran membuat kita untuk menjelaskan persoalan khusus (misalnya tentang universalisme), pemikiran pengakuan, dan menjawab keberatan-keberatan utama yang ditujukan pada solusi Aristotealismenya, yaitu dengan menyempurnakan metode skolastiknya
D. Jenis-jenis Filsafat Pendidikan Islam
Pemikiran
dan kajian tentang Filsafat Pendidikan Islam menyangkut 3 hal pokok, yaitu:
penelaahan tentang filsafat, pendidikan dan penelaahan tentang islam. Karena
itu, setiap orang yang berminat dan menerjunkan diri dalam dunia Filsafat
Pendidikan Islam seharusnya memahami dan memiliki modal dasar tentang filsafat,
pendidikan dan Islam.[10]
Kajian
dan pemikiran mengenai pendidikan pada dasarnya menyangkut aspek yang sangat
luas dan menyeluruh bahkan seluruh aspek kebutuhan dan/atau kehidupan umat
manusia, khususnya umat islam. Ketika dilakukan kajian dan dirumuskan pemikiran
mengenai tujuan Pendidikan Islam, maka tidak dapat dilepaskan dari tujuan hidup
umat manusia. Karena tujuan pendidikan Islam pada hakekatnya dalam rangka
mencapai tujuan hidup umat manusia, sehingga esensi dasar tujuan pendidikan
islam sebetulnya sama dengan tujuan hidup umat manusia. Menurut Ahmad D.
Marimba (1989) sesungguhnya tujuan pendidikan islam identik dengan tujuan hidup
setiap muslim
Sebagai
contoh, firman Allahh dalam surah Ali Imran (3) ayat 102
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym
¾ÏmÏ?$s)è?
wur
¨ûèòqèÿsC wÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ
“hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu
kepada Allah dengan ketaqwaan yang sempurna dan janganlah kamu mati, melainkan
dalam keadaan muslim”.
Ayat ini menggambarkan tujuan hidup umat manusia Islam yang harus mencapai derajat ketaqwaan, di mana ketaqwaan itu harus senantiasa melekat dalam kehidupan umat manusia hingga akhir hayatnya. Filsafat Pendidikan Islam merumuskan tujuan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan hidup umat manusia. Bila tujuan hidup umat islam untuk mencapai derajat ketaqwaan yang sempurna sebagaimana disebutkan di atas, maka tujuan pendidikan islam yang dirumuskan Filsafat Pendidikan Islam tentu pembinaan peserta/anak didik rangka menjadi manusia muttaqin. Dengan demikian, mewujudkan ketaqwaan dalam diri setiap individu umat islam guna mencapai posisi manusia muttaqin selain menjadi tujuan hidup setiap muslim sekaligus pula menjadi tujuan akhir pendidikan Islam
Ayat ini menggambarkan tujuan hidup umat manusia Islam yang harus mencapai derajat ketaqwaan, di mana ketaqwaan itu harus senantiasa melekat dalam kehidupan umat manusia hingga akhir hayatnya. Filsafat Pendidikan Islam merumuskan tujuan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan hidup umat manusia. Bila tujuan hidup umat islam untuk mencapai derajat ketaqwaan yang sempurna sebagaimana disebutkan di atas, maka tujuan pendidikan islam yang dirumuskan Filsafat Pendidikan Islam tentu pembinaan peserta/anak didik rangka menjadi manusia muttaqin. Dengan demikian, mewujudkan ketaqwaan dalam diri setiap individu umat islam guna mencapai posisi manusia muttaqin selain menjadi tujuan hidup setiap muslim sekaligus pula menjadi tujuan akhir pendidikan Islam
Dari beberapa uraian tadi dapat diketengahkan bahwa pada
dasarnya ruang lingkup kajian Filsafat Pendidikan Islam bertumpu pada
pendidikan islam itu sendiri, baik menyangkut rumusan/konsep dasar pelaksanaan
maupun rumusan pikiran antisipatif mengatasi problematika yang dihadapi dalam
pelaksanaan pendidikan Islam.[11]
Dimana
arah dan ruang lingkup Filsafat Pendidikan Islam mempunyai dua orientasi;
objektif teoritis dan objektif praktis. Orientasi pertama menghendaki
penelitian agama agar bersifat murni dan teoritis melalui bidang-bidang berikut
1.
Tradisi
agama yang mencakup sumber-sumber ajaran agama yang diyakini sebagai sumber
kebenaran abadi.
2.
Bidang
yang mencakup dasar-dasar eksistensi agama yang dapat dilakukan dengan
pendekatan teologis
3.
Bidang
yang menyangkut prilaku kegamaan dan aturan-aturan agama yang mengatur
bagaimana pemeluk agama harus berrilaku sesuai dengan ajaran agamanya.
4.
Bidang
eksperimen atau pengalaman keagamaan, baik pengalaman pribadi maupun masyarakat
penganut agama
Dengan
adanya pendidikan ini maka dapat diketahui bakat dan kemampuan anak-anak didik,
sehingga bakat dan kemampuan tersebut dapat di bina dan dikembangkan. Dan
menjadi tugas seorang pendidik utnuk membntu anak didik untuk mengetahui bakat
dan kemampuannya. Di samping itu, pendidik juga berkewajiban untuk menemukan
kesulitan-kesulitan yang membatasi perkembangan potensinya serta membantu
menghilangkan hambatan itu untuk mencapai kemajuan anak didik
Dalam
rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan fikiran kefilsafatan tentang
pendidikan terutama pendidikan islam, kiranya perlu di ikuti pola dan sistem
pemikiran dan kefilsafatan pada umumnya.
Adapun
pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah sebagai
berikut.
1. Pemikiran kefilsafatan harus bersifat
sistematis, dalam arti bahwa cara berfikirnya bersifat logis dan rasional
tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara
sistematis artinya satu bagian dengan bagian yang lainnya saling berhubungan
secara bulat dan terpadu.
2. Tinjauan terhadap permasalahan yang
dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan-persoalan sampai ke
akar-akarnya.
3. Ruang lingkup pemikirannya bersifat
universal, artinya persoalan-persoalan yang difikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh
dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tignkat kenyataan yang ada di
alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik di masa sekarang maupun di masa
mendatang.
4. Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih
bersifat spekulatif , artinya pemikiran yang tidak di dasari
pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam),
tetapi mengandung nilai-nilai objektif, oleh karena permasalahannya adalah
suatu realitas (kenyaaan) yang ada pada objek yang difikirnkannya[12]
E. Usaha Filsafat Pendidikan Islam
Pandangan filsafat pendidikan sama
pernaannya dengan landasan filosofis yang menjiwai seluruk kebijaksanaan
pelaksanaan pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat kaitan yang
sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat,
sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut Ilmu pengetahuan lebih
menekankan kepada pengalaman keindahan dari pada penggunaan pemikiran sebagai
dari pada pengalaman. Menurut Plato hubungan filsafat dengan filsafat
pendidikan adalah :
- Ilmu pengetahuan lahir dari persamaan dan perbedaan filsafat, sedangkan filsafat adalah ibu dan ilmu pendidikan.
- Ilmu pengetahuan lebih bersifat analisis, sedangkan filsafat bersifat sinopsis.
- Ilmu pengetahuan mengemukakan fakta-fakta untuk melukiskan objeknya, sedangkan filsafat selain menekankan pada keadaan sebenarnya dan objek juga bagaimana seharusnya objek itu.
- Ilmu pengetahuan memulai sesuatu dengan memakai asumsi-asumsi sedangkan filsafat memeriksa dan meragukan segala asumsi.
- Ilmu pengetahuan di warnai oleh penggunaan metode eksperimen, terkontrol cara kerjanya, sedangkan filsafat menggunakan ilmu pengetahuan.
Perbedaan
filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut
1. Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya
universal. Sedangkan filsafat pendidikan objeknya terbatas dalam dunia filsafat
pendidikan saja
2. Filsafat hendak memberikan
pengetahuan/ pendidikan atau pemahaman yang lebih mendalam dan menunjukkan
sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam
3. Filsafat memberikan sintesis kepada
filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan mengkoordinasikannya
4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan
lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut pandangannya berlainan
Brubacher
(1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat
pendidikan, dalam hal ini pendidikan : bahwa filsafat tidak hanya melahirkan
sains atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan.
Filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia
yang berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan. Sedangkan filsafat
pendidikan merupakan ilmu yang pada hakekatnya jawab dari pertanyaan-pertanyaan
yang timbul dalam lapangan pendidikan dengan sendirinya filsafat pendidikan ini
hakekatnya adalah penerapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan
pendidikan.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut
Mustofa Abdur Razik pemakaian kata filsafat di kalangan umat Islam adalah kata
hikmah. Sehingga kata hakim ditempatkan pada kata failusuf atau hukum Al-Islam
(hakim-hakim Islam) sama dengan falasifatul Islam (failasuf-failasuf Islam).
Kemudian ahli tafsir mengatakan bahwa hikmah adalah ilmu yang berhubungan
dengan rahasila-rahasia yang kokoh dan rapi.
Asas
falsafah yang dipelopori oleh para ilmuwan Islam, berdasarkan ajaran Islam
bertujuan untuk meningkatkan keyakinan dan ketakwaan umat Islam. Berbeda dengan
falsafah Yunani yang lebih tertumpu kepada pencarian kebenaran berlandaskan
pemikiran dan logika semata-mata
Aliran
falsafah pada zaman Islam tidak sekadar membataskan perbicaraan kepada
persoalan yang berkaitan dengan metafizika ketuhanan dan kejadian alam. Tetapi
juga meliputi perbincangan yang berkaitan dengan nilai-nilai akhlak,
masyarakat, dan kemanusiaan. Walaupun ahli falsafah pernah dicap oleh Imam
Al-Ghazali sebagai golongan yang sesat lagi menyesatkan
B.
Saran
Penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang
DAFTAR
PUSTAKA
.
Whitehead Alfred Nord. 2009. Filsafat Proses.Kreasi Wacana. Bantul
Acmadi Asmoro. 2012. Filsafat Ilmu. PT.Praja Grafindo Persada. Jakarta
Hamersma Hari. 2008. Pintu Masuk Ke Dunia Filsafat. Kansius. Yogyakarta
Nasution, Harun, Falsafat dan Misticisme dalam
Islam, Jakarta,Universitas Indonesia, 1993
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta:
Gaya Media Pratama
Sudarsono. 2004. Filsafat Islam. Jakarta:
Rineka Cipta
Maksum ali. 2011. Pengantar Filsafat. Jogyakarta. AR-Ruzz Media
Zar, Sirajiddin. 2007. Filsafat Islam. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
[1] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta :
Rajawali Press, 2010), 155.
[2] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta :
Rajawali Press, 2010), 155.
[3]
Soetriono dan Rita Hanafi, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian (Yogyakarta:
ANDI, 2007), 101-102.
[4]
Soetriono dan Rita Hanafi, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian (Yogyakarta:
ANDI, 2007), 101-102.
[5] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta : Rajawali
Press, 2010), 155.
[6] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta :
Rajawali Press, 2010), 155.
[7] Nasution, Harun, Falsafat dan Misticisme dalam Islam,
Jakarta,Universitas Indonesia, 1993, hal 21
[8] Musthafa. 2007. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia, hal 89
[9] Musthafa. 2007. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia, hal 99
[13] Zar, Sirajiddin. 2007. Filsafat Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Hal 89
No comments:
Post a Comment